Ambon -
Pemerataan distribusi bahan bangunan belum sepenuhnya terealisasi.
Wilayah-wilayah ujung Indonesia menghadapi kesulitan suplai
masing-masing.
Seperti yang dialami Ketua DPD Provinsi Papua dan
Papua Barat, SM. Poerbaraya. Ia mengaku kesulitan mengakses semen. Harga
termurah wilayah timur Indonesia mencapai Rp 90 ribu per sak, dan itu
terjadi pada wilayah Jayapura. Bahkan yang terbesar mencapai Rp 1,2 juta
per sak.
"Papua itu utamanya semen. Jayapura Rp 90 ribu. Lebih
jauh, Wamena yang dapat diakses 45 menit dari Jayapura harga Rp 500 ribu
per sak. Kalau di pegunungan, pada puncak Jaya (Jayawijaya) mencapai Rp
1,2 juta per sak. Kalau mau pembanding Solo (pulau Jawa) harganya Rp 42
ribu," kata Poerbaraya di sela-sela ulang tahun ke-40 REI di Ambon,
Sabtu (31/3/2012).
Ia menambahkan, permintaan rumah di provinsi
Papua dan Papua Barat sangat baik. Masyarakat Papua memiliki standar
tinggi dalam memiliki hunian. "Demand tinggi. Mereka nggak mau spek
(spesifikasi) standar. Minimal tipe 36m2. Itu bangunan minimal, dengan
tanah 96 m2," paparnya.
"Tanah di sana juga tak murah. Sudah ada yang mencapai Rp 1 juta-Rp 2 juta per m2. Apalagi di tengah kota," tegas Poerbaraya.
Kesulitan
akses bahan bangunan juga terjadi pada ujung barat Indonesia, Aceh.
Setengah dari seluruh komponen bahan-bahan bangunan harus di'ekspor'
dari non Aceh, Sumatera Barat.
Kata Wakil Ketua Umum DPD Aceh,
Zulfikar, bahan bangunan yang biasa disuplai adalah besi, seng, rangka
baja. Sedangkan pasir dan semen masih bisa didapat dari bumi serambi
Mekkah.
"Kita 50% lah untuk bahan bangunan di dapat dari non Aceh," tuturnya.
"Untuk
bangunan standar di Aceh itu kita main di Rp 100 juta atau Rp 95 juta.
Itu dengan tipe 36/105. Untuk harga batasan dari pemerintah, ga bisa
ditetapkan secara nasional. Dari sisi peluang (pengembangan rumah) masih
besar. Mencapai 11 ribu unit di 23 kota, kabupaten. Khususnya kelas
menengah bawah," imbuhnya.
(wep/dru)
detik.com
0 komentar:
Posting Komentar