Entah kebablasan atau memang ada maksud
tertentu, kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian
Perumahan Rakyat (Kemenpera) terkait pembangunan rumah sejahtera tapak
beberapa waktu terakhir dianggap tidak menguntungkan para pengembang,
khususnya RealEstate Indonesia (REI). Berikut petikan wawancara wartawan
Surabaya Post, Sekar Arum C Murti dan Reny Catur Agustin dengan Ketua
DPD REI Jawa Timur, Ir. Erlangga Satriagung.
Sejauh ini bagaimana perkembangan perumahan dan permukiman di wilayah Jawa Timur?
RealEstate
Indonesia Jawa Timur telah membangun sebanyak 16.300 rumah sederhana
atau yang kini dikenal dengan rumah sejahtera tapak (RST) selama tahun
2011. Realisasi itu melebihi target yang telah ditetapkan yakni 15.000
unit dan tingkat realisasi REI di Jatim merupakan yang tertinggi
dibandingkan dengan provinsi lain.
Faktor apa saja yang menjadi penghambat pengembangan perumahan dan permukiman di Jawa Timur?
Kebijakan-kebijakan
yang dikeluarkan Kemenpera beberapa waktu terakhir ini sangat
mempersulit para pengembang. Misalnya, ditetapkannya Undang-Undang (UU)
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman yang harus berukuran
36 meter persegi. Selain itu juga kenaikan retribusi Izin Mendirikan
Bangunan (IMB), serta rencana program penggunaan listrik tenaga surya.
Dalam
UU 1/2011 dijelaskan bahwa ukuran minimal rumah adalah tipe 36. Oleh
sebab itu, subsidi pembiayaan hanya boleh diberikan pada konsumen yang
membeli rumah tipe 36 dan kalau ada yang membeli rumah di bawah tipe
tersebut, maka mereka tidak mendapat subsidi dari pemerintah bagaimana
pendapat anda?
Ini tentu sangat ironis,
Bayangkan saja, orang yang mampu membeli rumah tipe 36 berhak mendapat
subsidi, sementara orang yang hanya mampu membeli rumah di bawah tipe 36
justru tidak boleh mendapat subsidi.
Mengapa
ironis, karena kondisi di lapangan memperlihatkan, mayoritas masyarakat
baru mampu membeli rumah dengan ukuran di bawah 36 meter persegi masih
tinggi. Artinya, bila luas rumah diharuskan bertipe 36, harga rumah akan
semakin mahal. Saat ini, Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) juga
sudah cukup senang memiliki rumah bertipe 22. Buat mereka, yang penting
memiliki rumah dulu, selanjutnya rumah tersebut akan dikembangtumbuhkan
sesuai kemampuan finansial nantinya.
Akibat
regulasi tersebut, penjualan rumah dengan fasilitas kredit bersubsidi
langsung merosot drastis. Parahnya, puluhan ribu rumah tipe di bawah 36
yang ready stock tak bisa dijual lantaran harus memakai Kredit Perumahan Rakyat (KPR) dengan suku bunga komersial.
Terkait
kenaikan retribusi IMB, di Surabaya saja tahun ini akan nada kenaikan
166 persen, dari Harga Satuan Bangunan (HSBg) retribusi IMB sebesar Rp
9.000 meter persegi menjadi Rp 24.000, bagaimana pendapat anda?
Pada
dasarnya kenaikan IMB ini punya tujuan positif, salah satunya untuk
mengerem laju pertumbuhan properti yang ada di Surabaya. Namun jangan
se-ekstrem itu, harusnya pemerintah kota menaikkan retribusi tersebut
secara bertahap jadi para pelaku usaha yang berkecimpung di dalamnya
tidak kaget dalam mengatur neraca keuangan perusahaan.
Bisnis
properti itu merupakan gabungan dari beberapa bidang usaha di dalamnya,
sejauh ini apabila IMB naik maka 140 bidang usaha terpaksa harus
menggigit jari melihat kebijakan yang tidak pro kepada mereka.
Dengan
turunnya transaksi ekonomi di dalamnya niscaya pasti akan merembet
kepada tenaga kerja yang harus dipangkas untuk menstabilkan keuangan
perusahaan-perusahaan tersebut. Harusnya kenaikan retribusi bisa
dilakukan secara bertahap namun sejauh ini Pemerintah Kota hanya
mengobral janjinya semata yang tak berujung manis kepada kami para
pengembang.
Bagaimana dengan rencana program penggunaan listrik tenaga surya yang ditetapkan Kemenpera?
REI
Jatim keberatan dengan rencana program penggunaan listrik tenaga surya
yang diitetapkan Kemenpera. REI menilai besaran investasi yang harus
disiapkan untuk menjalankan program itu masih memberatkan bagi
pengembang.
Kebijakan untuk menggunakan
teknologi tenaga surya, baru bisa diterapkan jika ada teknologi yang
bisa mengatur penggunaan listrik tenaga surya dan PLN sekaligus secara
otomatis.
Saat ini negara yang menerapkan penggunaan listrik tenaga surya adalah Jepang, di mana pemilik rumah bisa menggunakan tenaga surya atau listrik pemerintah.
Apa imbas dari kebijakan-kebijakan tersebut?
Imbas
diberlakukan peraturan tersebut adalah realisasi penjualan rumah
menjadi menurun dari backlog (kekurangan kebutuhan rumah) perumahan di
Jatim sebesar 500.000 unit hanya terealisasi 300.000 unit saja. Dari
data BTN terbaru Maret 2012 menunjukkan realisasi perumahan merosot
sangat tajam, 30 persen dari target KPR sebesar 9.000 unit, yaitu hanya
terealisasi sebesar 3.000 unit. Padahal realisasi KPR tahun sebelumnya
adalah 8.900 unit. Hal itu membuktikan bahwa kebijakan-kebijakan yang di
buat pemerintah justru menyengsarakan para pengembang.
Langkah apa yang akan dilakukan REI untuk menanggulangi permasalahan ini?
Guna
menyikapi program Kemenpera itu REI Jatim telah menyampaikan keberatan
melalui Dewan Pimpinan Pusat (DPP) REI. REI berharap pemerintah
meninjau ulang kebijakan itu dan menyesuaikan dengan kondisi di
lapangan.
Terjadi salah penerapan (mal-adapted)
akut pada kebijakan perumahan saat ini, sehingga ancaman backlog baik
di Jawa Timur ataupun secara nasional diperkirakan akan makin memburuk
bila pemerintah tidak tegas menyikapi ini semua.