JAKARTA. Aturan Bank Indonesia (BI) terkait pembatasan down payment
(DP) untuk kredit kepemilikan rumah (KPR) bukan hanya mempengaruhi
penjualan rumah baru (primary) saja. Pembatasan DP sebesar 30% dari
harga rumah itu juga mempengaruhi bisnis rumah bekas alias secondary.
Lebih sulit lagi, pembayaran DP untuk rumah secondary, sulit
untuk diakali oleh pembeli. Hal ini disampaikan oleh Frank Hasan
Pamudji, Senior Manager Research Knight kepada KONTAN akhir pekan lalu.
Hasan bilang, jika rumah baru, pengembang bisa menyiasati DP dengan
cara memperpanjang masa cicilan. Tapi trik ini sulit diterapkan untuk
rumah secondary, yang penjualannya langsung berurusan dengan pemilik yang lama. "Tidak ada jalan. Mau tidak mau, orang cenderung memilih rumah primary," ujar Hasan.
Menurut penjelasan Hasan, kebijakan ini akan berdampak pada daya beli
rumah oleh kelas menengah bawah. Mereka akan kesulitan untuk
mendapatkan KPR rumah, terutama untuk membeli rumah bekas.
Selain itu, kebijakan ini akan melakukan adaptasi selama tiga sampai
enam bulan ke depan. Sebab, konsumen harus memutuskan, untuk akan
membeli rumah baru atau rumah secondary. "Belum lagi ada kemungkinan
harga bahan bakar minyak (BBM) naik," imbuh Hasan.
Namun begitu, Hasan melihat adanya penjualan kenaikan penjualan rumah secondary tahun ini sebesar 5%-10% dari tahun lalu. Harga rumah secondary
diprediksi bisa naik lebih tinggi sampai 30% untuk daerah tertentu.
"Alasannya kembali lagi ke mekanisme pasar. Pasokan di daerah favorit
sudah tidak ada," jelas Hasan.
Di Jakarta, Hasan menyebut rumah secondary paling banyak
diburu di Pluit dan Kelapa Gading di utara, Kemang dan Pondok Indah di
selatan, Puri di Barat, serta Menteng di pusat. Sementara perkembangan
daerah timur diprediksi tidak secepat daerah lainnya karena alasan
demografi dan daya beli.
0 komentar:
Posting Komentar