Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012 mengenai angka backlog perumahan
sebanyak 13,6 juta terus menjadi acuan. Angka ini bertambah 800 ribu
unit per tahunnya, dan akan terus bertambah apabila pemerintah terutama
Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) tidak segera menemukan
solusinya.
Kemenpera sendiri menyadari kondisi ini dan merancang
beragam program rumah murah untuk masyarakat, khususnya yang
berpenghasilan rendah. Beberapa program yang menjadi sorotan utama
adalah rumah murah bersubsidi dengan skema Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan (FLPP), rumah murah seharga Rp 25 juta direktif
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, serta program 1.000 tower rumah
sejahtera susun atau rusunami.
Menteri Perumahan Rakyat (Menpera)
Djan Faridz mengatakan, pihaknya menargetkan membangun 600.000 unit
rumah dengan komposisi 200.000 untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), 200.000
untuk pekerja, dan 200.000 untuk non PNS bukan pekerja. Target 600.000
unit rumah itu, ia mengatakan, dapat dipenuhi dengan program rumah mana
saja, seperti rumah subsidi dengan FLPP Rp 70 juta, rumah murah Rp 25
juta, atau rusun Rp 144 juta.
"Semuanya bebas, cuma kalau rumah
harganya Rp 25 juta dijual Rp 125 juta, masyarakat jangan mau. Mau pakai
program manapun boleh saja, asal plafonnya masuk," ungkapnya ketika
ditemui wartawan di kantornya, beberapa waktu lalu.
Berdasarkan
data Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Perumahan (BLU PPP) per 27
Maret 2012, penyaluran FLPP menurut Peraturan Menteri Perumahan Rakyat
(Permenpera) No 14 dan 15 Tahun 2010 sebanyak 4.235 unit rumah tapak dan
satu unit rumah susun. Nilai penyaluran ini sebesar Rp 150,51 miliar.
Adapun penyaluran FLPP sesuai Permenpera No 04 dan 05 Tahun 2012
sebanyak 660 unit rumah tapak senilai Rp 18,37 miliar. Dengan demikian,
total kredit tersalurkan sebanyak 4.896 unit rumah senilai Rp 168,89
miliar.
Tentunya, realisasi yang masih jauh dari target itu
terkendala oleh sedikitnya pasokan rumah tipe 36 dengan harga Rp 70
juta, seperti yang tertuang dalam aturan FLPP baru. Dalam sebuah
kesempatan, Direktur Mortgage and Consumer Banking PT Bank Tabungan
Negara Tbk Irman Alvian Zahiruddin mengatakan, hingga triwulan I tahun
2012 BTN baru menyalurkan kredit FLPP sebanyak 2.500. Target BTN sendiri
sebanyak 16.000 unit rumah.
"Kami kesulitan menyalurkan, karena
unit yang ada saat ini tidak sesuai skema FLPP baru, seperti luasnya di
bawah tipe 36 atau harga rumahnya di atas Rp 70 juta," katanya.
Kekhawatiran
akan sedikitnya pasokan rumah KPR FLPP juga sempat dikemukakan oleh
Ketua Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda), Eko Budiwiyono.
Menurutnya, salah satu kendala yang akan dihadapi Bank Pembangunan
Daerah (BPD) karena ikut menyalurkan FLPP adalah kurangnya pasokan rumah
di lapangan. Karena itu, ia berharap, pengembang segera membangun rumah
tipe 36 seperti aturan dalam FLPP.
Di sisi lain, pengembang,
sebagai pembangun rumah subsidi, menyatakan saat ini tidak akan
membangun rumah subsidi dengan FLPP selama aturan dalam Pasal 22 ayat 3
UU Nomor 1 tahun 2011 tentang pembatasan pembangunan rumah tipe 36 belum
dicabut. Apa lacur?
Ketua DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan
Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Eddy Ganefo, sempat mengutarakan,
akibat peraturan baru tersebut sebanyak 35.000 rumah di bawah tipe 36
yang terlanjur dibangun tidak terjual. Saat ini, Apersi tengah menanti
putusan judicial review yang menggugat pasal 22 ayat 3 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Peluang
Di tengah hiruk pikuk upaya pemerintah membangun rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah, di sisi lain angka backlog perumahan
menjadi peluang bagi para pebisnis properti untuk menggiatkan usahanya.
Alvin kurniawan, Business Development PT Bangun Properti Indonesia
mengatakan, salah satu peluang pasar properti Indonesia adalah sektor
perumahan.
Selain berdasarkan data BPS yang memaparkan 13,6 juta
masyarakat Indonesia tidak memiliki rumah, ternyata masih banyak
masyarakat yang hanya menyewa atau tinggal dalam permukiman tidak layak
huni.
"Kebutuhan akan rumah sangat tinggi, dari angka backlog ditambah
kebutuhan rumah bertambah 800.000 unit per tahun tidak akan dipenuhi
oleh pasokan yang hanya 200.000 - 300.000 unit per tahun," ujarnya.
Ia
menambahkan, meski belakangan ini banyak sekali laporan pembangunan
perumahan oleh para pengembang, namun rupanya masih belum memenuhi
kebutuhan masyarakat akan perumahan.
"Ke depan, peluang penjualan rumah akan terus meningkat seiring permintaan bertambah setiap tahunnya," katanya.
kompas.com