Jakarta, 18 Januari 2012
Rezim
anti pencucian uang di mana pun di dunia mensyaratkan adanya mekanisme
pelaporan untuk mendeteksi uang hasil kejahatan. Besarnya risiko
penggunaan sistem keuangan untuk "mencuci" uang hasil kejahatan
menjadikan pelaku industri jasa keuangan, seperti bank, perusahaan
asuransi, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, dan penyedia jasa
keuangan lainnya, sebagai pihak yang telah lama diberi kewajiban untuk
mengidentifikasi dan melaporkan setiap transaksi yang mencurigakan atau
tidak wajar. Di Indonesia, kewajiban pelaporan tersebut bagi setiap
penyedia jasa keuangan telah berlaku sejak tahun 2002 dengan
dikeluarkannya UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
yang kemudian diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003.