AB Property

AB Property didirikan untuk menjawab kebutuhan pasar terhadap solusi tepat dan terpadu di bidang property.


Rabu, 23 Oktober 2013

Kemenpera Pastikan Harga Rumah Naik Setidaknya 20%

Kementerian Perumahan Rakyat memastikan adanya kenaikan harga rumah bersubsidi, meski enggan merinci besaran pasti dan waktu pelaksanaannya.

“Kenaikan harga serealistis mungkin. Kalau 5% juga terlalu rendah. Tapi kalau 30% seperti permintaan pengembang juga terlalu tinggi,” ujar Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera Sri Hartoyo saat hadir dalam acara Tasyakuran Perolehan Gelar Doktor M. Yusuf Ashari di Jakarta, Senin (21/10/2013).

Dia mengatakan kenaikan tersebut harus terjadi karena biaya pembangunan rumah mengalami kenaikan. Selain itu, kenaikan harga tanah dan inflasi yang terus terjadi. Meskipun begitu, kenaikan tetap memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat.

Ketua Dewan Penasihat DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia Fuad Zakaria mengatakan kenaikan harga dibutuhkan karena sulit melakukan pembangunan jika mengacu dengan harga yang dipatok saat ini.

Kalaupun harus menyesuaikan harga yang ada, sambungnya, pada akhirnya rumah yang dibangun bagi masyarakat dilakukan di daerah yang semakin jauh dari pusat kota. Hal itu dilakukan karena harga tanah terus mengalami kenaikan.

“Kalau naiknya 10% terlalu rendah. Saya rasa minimal kenaikan harga rumah bersubsidi setidaknya sekitar 20%,” ujarnya.  (ra)

sumber: Bisnis.com

Tarif Sewa Toko Di Mal & Pusat Perbelanjaan Pada 2014 Naik 30%

Asosiasi Pengusaha Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI) memprediksi peningkatan harga sewa ruang ritel atau pusat perbelanjaan di Jakarta pada 2014 dapat mencapai 30% akibat pertumbuhan pasok yang lebih rendah dari pertumbuhan permintaan.

Ketua APPBI Handaka Santosa mengungkapkan kendati pasar properti diprediksi melambat akibat kondisi makro ekonomi yang belum stabil dan adanya agenda pemilihan umum, sektor ritel tetap akan menjadi unggulan pada tahun depan sebab terkait dengan pemenuhan kebutuhan umum.
Di samping itu, dia mengatakan pada 2014 ekspansi produk asing yang diprediksi meningkat akan mendorong permintaan sewa ruang ritel.

“Konsumsi domestik  yang men-drive pertumbuhan ekonomi. Sektor ini akan tetap jadi unggulan,” katanya kepada Bisnis, Senin (21/10/2013).

Dia menuturkan penurunan pasokan ruang ritel pada tahun depan, yang bahkan sudah mulai melambat sejak kuartal III 2013, akan menyebabkan peningkatan harga sewa seiring dengan pertambahan permintaan yang lebih tinggi.

Menurut perkiraannya pada 2014 kenaikan harga sewa ruang ritel berada pada kisaran 10%-30%. “Ini akan bagus bagi para pengembang. Harga sewa akan meningkat ketika suplai menurun,” ujarnya.
Peningkatan harga sewa tersebut, jelasnya, akan menyasar seluruh level properti ritel. Dia menjelaskan peningkatan harga tertinggi juga sulit ditetapkan berdasarkan lokasi, sebab akan bergantung pada permintaan pasar.

Kendati begitu, Handa menyatakan pada tahun depan unit ritel segmen menengah memiliki potensi permintaan yang tinggi.

“Sulit ditentukan mana lokasi yang kenaikan harganya paling tinggi. Dimana saja bisa. Itu untuk semua level, tetapi yang banyak dibutuhkan adalah segmen menengah,” katanya.

Quarterly Media Briefing Jones Lang Lasalle beru-baru ini mencatat pertumbuhan pasok ruang ritel baru di Jakarta hingga kuartal ketiga 2013 mencapai 115.000 meter persegi. Sementara, permintaan bertumbuh sekitar 139.000 meter persegi dengan tingkat hunian yang meningkat ke kisaran 93%.

Adapun, harga sewa kotor rata-rata ruang ritel Rp453.140 per meter persegi dengan harga dasar Rp357.140 dan service charge Rp87.000.

Berbeda dengan sektor lainnya, kenaikan harga sewa rata-rata sektor ritel dalam periode ini lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya. Harga sewa ruang ritel naik sekitar 2,5% dibanding kuartal sebelumnya. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan harga antar kuartal sebelumnya, yakni 1,6%.

Sumber: Bisnis.com

Wali Kota Depok Nurmahmudi Tidak Peduli Perda Perumahan Akan Membatasi Daya Beli Rakyat Miskin

Awal 2013 lalu, Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kota Depok menegaskan bahwa Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) soal pembatasan kavling rumah minimal 120 m2 pasti dilaksanakan. Padahal, aturan ini tidak mendapat dukungan dari pengembang di Depok.

Para pengembang menolak Raperda tersebut lantaran aturan ini menyulitkan mereka menyediakan rumah sederhana bertipe standar 36 m2 di atas tanah seluas 72 m2. Alih-alih, pengembang harus menyediakan kavling seluas 120 m2 setiap rumah. Dengan tingginya harga tanah di Depok, tentu hanya kalangan tertentu yang mampu memiliki rumah di kawasan tersebut.

Sebenarnya, aturan ini dibuat bukan untuk membatasi kelas sosial tertentu yang boleh atau mampu tinggal di Depok. Menurut Wali Kota Depok Nurmahmudi Ismail saat ditemui KOMPAS.com, Kamis (10/10/2013), aturan ini muncul dari kecintaan Pemerintah Kota Depok terhadap lingkungan. Nurmahmudi bilang, aturan kavling rumah minimal 120 m2 ini diharapkan mampu menjaga lingkungan hidup di Kota Depok.

"Aturan 120 m2 memang yang kita usulkan. Ini berprinsip kepada lingkungan tadi. Jadi, kalau untuk landed area, kalau dikasih kavling 72 m2 akan habis nanti," ujar Nurmahmudi.

Nurmahmudi mengatakan, penduduk Depok umumnya akan memperbesar rumah yang ditempatinya jika sudah mencapai tingkat kesejahteraan tertentu.

"Pengalaman yang sudah berjalan itu pasti akan nambah-nambahin kamar, tidak puas dengan satu kamar. Ya, rumah tumbuh. Tapi, kalau kavlingnya cuma segitu, pasti hancur. Enggak punya lagi yang namanya KDB-KDB-an itu. Itu latar belakangnya," ujar Nurmahmudi.

"Jadi, kita berharap, kavling itu minimum 120 m2, meskipun yang dibangun hanya sekian. Supaya ada space untuk pertumbuhan rumah," imbuhnya.

Lantas, bagaimana kelak pelaksanaan aturan ini, mengingat harga tanah di Depok yang sudah semakin tinggi? 

"Urusan mahal atau tidak, enggak ada urusan kita. Urusannya itu cinta lingkungan. Memang, kami tidak membuat agar ini dihuni oleh siapa-siapa, yang jelas untuk lingkungan kita yang seperti ini. Ini berlaku pada siapa, berlaku kepada rumah baru. Kalau rumah kampung kan kita enggak ngurus, kan? Tapi, rumah-rumah di dalam area komersial itu seperti itu, supaya bentuk komersial itu turut membantu menjaga lingkungan kita," kata Nurmahmudi.

Sumber: Kompas.com

Orang Miskin Tak Akan Lagi Bisa Beli Rumah Di Depok

Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok yang sudah disahkan DPRD Kota Depok digugat pengembang. Pasalnya, regulasi ini mengatur operasional pengembang untuk hanya membangun, menjual, dan memasarkan perumahan dengan luas tanah minimal 120 meter persegi.

Kendati Perda ini belum efektif diberlakukan, pengembang sepenuhnya tidak dapat memahami aturan tersebut. Bahkan, mereka mengusulkan untuk direvisi menjadi 80 sampai 100 meter persegi.

Ketua DPD APERSI DKI Jakarta, Ari Tri Priyono, sebagai representasi pengembang kelas bawah di area Jadebotabek, menyatakan ketidaksetujuannya dengan Perda tersebut. Menurut dia, Perda tersebut tidak menarik dan tidak bersifat populisme, karena dapat merugikan pengembang dan juga calon konsumen berpenghasilan rendah.

Ari memaparkan, potensi kerugian bagi pengembang akibat Perda itu adalah anjloknya penjualan rumah sebesar 20 sampai 30 persen. Sementara bagi konsumen, terutama masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), jelas tidak dapat mengakses rumah karena harganya tinggi.

"Kami perkirakan kerugian yang diderita pengembang ada dua hal. Pertama akan berakibat pada anjloknya penjualan sebesar 20 sampai 30 persen. Konsumen pasti berpikir ulang untuk membeli hunian kelas bawah dengan harga kelas menengah. Kerugian kedua adalah pada investasi yang telah ditanam (dibayarkan). Pengembang harus merevisi ulang semuanya terkait dengan aturan tersebut, terutama site plan," jelas Ari kepada Kompas.com, Jumat (11/10/2013).

Dengan aturan seperti itu, lanjut Ari, untuk tanahnya saja bisa menjadi Rp 120 juta. Pihaknya harus berpikir keras menjual rumah dengan harga yang pas. Paling tidak mereka harus menjual dengan ongkos konstruksi di atas Rp 4 juta per meter persegi. Ini artinya harga dasar hunian dengan luas bangunan 36 meter persegi menjadi Rp 264 juta. Belum termasuk PPN, dan biaya lainnya. Paling banter keluar angka Rp 400 juta-Rp 500 juta.

"Harusnya Depok berpikir bagaimana membangun infrastruktur untuk kepentingan publik dengan kualitas yang memadai. Yang diperlukan warga Depok adalah kawasan bersama yang dimanfaatkan bersama dengan mudah dan murah atau semacam fasilitas umum dan fasilitas sosial. Pemkot Depok jangan mengatur masalah teknis seperti ini. Lebih baik rumah kecil namun infrastruktur dan fasilitas publik memadai," imbuh Ari.

Pemkot Depok sendiri beralasan bahwa Perda tersebut dibuat untuk menciptakan tata ruang kota yang lebih baik demi membangun Depok lebih hijau dengan kondisi lingkungan (ruang terbuka hijau) yang terselamatkan.

"Motivasi kami adalah supaya Depok memiliki ruang terbuka hijau yang memadai. Lebih dari itu, kami ingin menyelamatkan lingkungan," ujar Wali Kota Depok, Nurmahmudi Ismail kepada Kompas.com di ruang kerjanya Kamis (10/10/2013).

Sumber: Kompas.com

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cari Properti

Custom Search

Ir. Andreas Siregar

Konsultan Properti

Pendiri AB Property

Tenaga Pengajar pada

PANANGIAN SCHOOL OF PROPERTY

Follow Twitter @penilaipublik untuk Tips & Konsultasi Properti

Aditya Budi Setyawan

Pendiri AB Property (Partner) ✉absetyawanwassuccess@live.com

☎ 0878787 702 99

085 7755 1819 5

0852 2120 3653

021 444 300 33 (flexi)

BB : 31 789 C84

Facebook Twitter MySpace Blogger Google Talk absetyawan Y! messenger adityabsetyawan
My QR VCard

Cari