Ilustrasi |
PT Agung Podomoro Land Tbk (APL),
diduga telah melakukan kesalahan dalam mengakusisi sebagian saham PT Sumber Air Mas Pratama (SAMP).
Padahal, SAMP selaku perusahaan yang dikabarkan telah
mengklaim sebagai pemilik tanah kurang lebih 350 hektar di Karawang itu
masih berstatus sengketa dengan warga mengenai hak lahan.
Ketua
Jaringan Masyarakat Peduli Hukum dan Koordinator Aliansi Elemen
Masyarakat Karawang, Yono Kurniawan, menjelaskan, tertanggal 17 April
2012 PT APL telah membuat perjanjian pengikatan jual-beli saham dalam
rangka akuisisi 55 persen saham di PT SAMP senilai Rp 216 miliar.
Saat
itu pun, Presiden Direktur dan CEO PT APL, Trihatma Kusuma Haliman,
dalam keterangannya di berbagai media menyebutkan bahwa perusahaan yang
diakuisisi (PT SAMP) memiliki 342 hektar tanah di Karawang Barat, Jawa
Barat, yang akan disiapkan untuk kawasan industri.
Menurutnya, hal
itu dilakukan karena permintaan untuk kawasan industri di Indonesia
terus meningkat. Hal ini menjadi pertimbangan perseroan untuk mengambil
bagian dalam sektor yang cukup baik tersebut.
Pernyataan resmi
yang mengklaim telah melakukan akuisisi PT SAMP beserta tanah seluas 342
Hektar di Karawang (meliputi tiga desa di Kabupaten Karawang, yaitu
Desa Wanakerta, Desa Wanasari, dan Desa Margamulya) dianggap keliru oleh
berbagai elemen masyarakat Karawang.
Pasalnya, sambung Yono, pernyataan itu hanya akan memperkeruh
persoalan sengketa lahan yang saat ini sedang diperjuangkan warga,
karena klaim tanah yang dimiliki oleh PT SAMP adalah sebuah kebohongan.
"Masyarakat
pemilik tanah merasa belum pernah melakukan pelepasan hak atas tanah
yang mereka miliki dan kuasai, Masyarakat siap membuktikan hal
tersebut,"ujarnya dalam keterangan pers yang diterima Tribunnews.com,
Rabu (25/4/2012) malam.
Dalam pers rilis tersebut, ia juga
menyampaikan kekecewaan atas pernyataan dari pimpinan perusahaan PT APL
di berbagai media massa karena akan memicu sengketa dan menganggap ini
sebuah kebohongan yang sengaja disebarkan ke publik untuk kepentingan
tertentu.
"Tidak ada dasar dan landasan apapun yang mampu
membenarkan bahwa PT SAMP memiliki tanah seluas 342 hektar di Karawang,"
ujarnya.
Yono menegaskan, PT SAMP tidak memiliki sertifikat dalam
bentuk apapun. Perlu diketahui, Permohonan Surat Hak Guna Bangunan
(SHGB) yang dilakukan PT SAMP pun selalu ditolak oleh Badan Pertanahan
Nasional (BPN). Lalu, putusan pengadilan yang inchraht pun yaitu putusan
PK. No. 160 PK/PDT/2011, amarnya berbunyi “Bahwa dalam gugatan
rekonvensi Penggugat ada tanah-tanah milik orang lain yang tidak
merupakan pihak dalam perkara ini, maka dengan sendirinya tidak dapat
dipandang sebagai milik mutlak Termohon Peninjauan Kembali."
"Apakah APL tidak mengetahui hal ini, yang sudah makan garam di bidang properti?" tanyanya.
Perlu
diketahui, para pihak dalam perkara itu 49 orang masyarakat dengan
objek perkara sekitar 65 hektar, artinya di luar para pihak dan objek
perkara tersebut putusan PK menyatakan itu bukan milik mutlak PT SAMP.
Sangat aneh ketika PT SAMP tiba-tiba mengatakan 342 Hektar miliknya.
"Tidak
hanya itu, hingga saat ini PT SAMP masih memupuk beragam permasalahan
dengan masyarakat di Karawang. Terbukti dengan demonstrasi ribuan warga
ke kantor BPN Karawang, Pengadilan Negeri Karawang, DPRD dan Kantor
Bupati, pada tanggal 13 Maret 2012, dan pada tanggal 21 Maret,"
ungkapnya.
Perlu kami sampaikan, demo penggarap tanah seluas 350
Ha yang dilakukan warga Desa Wanakerta, Wanasari, Margamulya, Kecamatan
Telukjam Barat tersebut, berbuntut dikeluarkannya nota dinas kepada PT
SAMP oleh Bupati Karawang, H.Ade Swara yang isinya melarang perusahaan
tersebut membebaskan tanah di tiga desa tersebut. Yang mana sebelumnya
pihak Pengadilan Negeri (PN) Karawang pun belum melaksanakan eksekusi
putusan MA karena masih mempelajari berkas menyusul adanya perkara
gugatan di obyek tanah yang sama.
Setelah itu, Kamis (15/3/2012)
tiga hari pasca aksi demo, Bupati Karawang menerbitkan surat bernomor
593/901/Pem sebagai dasar untuk memperkuat nota dinas tersebut, serta
membuat sebuah keputusan bersama dari hasil rapat koordinasi tindak
lanjut aspirasi warga tiga desa di ruang rapat Sekretaris Daerah Pemkab
setempat yang dihadiri unsur PN, Komisi A DPRD, BPN, Bagian Pemdes
Karawang, Camat Telukjambe Barat, Kepala Desa Wanasari dan Wanakerta.
Isinya
menyatakan bahwa izin lokasi berdasarkan surat keputusan Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Cq Ketua Badan Koordinasi Penanaman
Modal tentang pemberian izin lokasi dan pembebasan tanah untuk kawasan
industri kepada PT SAMP seluas 500.000 hektar yang terletak di empat
desa Kecamatan Telukjambe dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang
dimiliki PT SAMP saat itu hanyalah berlaku selama 2 tahun sejak tanggal
ditetapkan, oleh karena itu atas SK dimaksud sudah tidak mempunyai
kekuatan hukum.
Atas dasar itulah, masyarakat menyampaikan bahwa
PT SAMP tidak memiliki hak apapun atas lahan tersebut, serta tidak dapat
melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan tanah tersebut, apalagi
memperjualbelikan lahan itu dengan melakukan akuisisi dengan PT APL.
"Kami
siap melakukan perlawanan dan kami tegaskan kami tidak takut dengan
risiko apapun yang akan kami hadapi walau ini akan menjadi kasus konflik
tanah yang lebih besar dibanding kasus berdarah Mesuji, maupun kasus
Bima," pungkasnya.
0 komentar:
Posting Komentar