Foto: Properti di Penang, Malaysia/ Property Report |
Jika masyarakat Indonesia ingin mengambil rumah melalui KPR harus
merogoh kocek lebih besar. Hal ini justru berseberangan dengan Malaysia.
Di Negeri Jiran ini pemerintah justru menanggung uang muka para warga
yang ingin kredit rumah.
Demikian diungkapkan oleh Anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta ketika ditemui di DPR, Senayan, Jakarta, Senin (19/3/2012).
"Begini, kalau di negara-negara maju. Seperti di Malaysia, malah uang mukanya dibantu oleh pemerintah dan jangka waktu kreditnya lebih panjang bisa sampai 25 tahun dan bunganya lebih lebih rendah," kata Arif.
Hal tersebut, sambung Arif justru berseberangan dengan kebijakan BI yang mewajibkan masyarakat harus membayar down payment alias (DP) hingga 30% bagi rumah 70 m2.
"Ini BI kok malah buat aturan yang membebani rakyat," tuturnya.
Menurut Arif pada dasarnya, kebijakan BI ini memang baik. Namun momentum-nya saja yang tidak tepat.
"Sebenarnya yang harus dilihat oleh BI, jika benar-benar ingin menerapkan prinsip financial inclusion maka harus menyentuh hal-hal yang realistis di lapangan," ungkapnya.
Sama halnya ketentuan BI yang mematok DP bagi kredit kendaraan bermotor yang mencapai 25%. "Artinya misal kita lihat motor, motor itu rata-rata yang pakai dan beli itu jarang yang penghasilannya tetap. Ada yang dipakai untuk ngojek dan ada yang digunakan untuk angkut barang," ungkap Arif.
Arif meminta BI untuk melakukan kajian lebih dalam dan menarik ketentuan tersebut.
"Kalau bisa surat tersebut ditarik kembali. Karena ada dua yang dirugikan, pertama akses masyarakat ke sektor perbankan untuk mendapatkan kredit motor dan rumah. Kemudian perguliran pendanaan dari lembaga pembiayaan yang memberikan kredit motor," tutup Arif.
Seperti diketahui BI mewajibkan masyarakat untuk membayar DP hingga 30% untuk KPR dengan luas rumah 70 m2. Sedangkan untuk kredit motor DP harus 25%. Untuk DP mobil harus 30%.
(ns/NS/vbn-dtc)
(Vibiznews.com)
Demikian diungkapkan oleh Anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta ketika ditemui di DPR, Senayan, Jakarta, Senin (19/3/2012).
"Begini, kalau di negara-negara maju. Seperti di Malaysia, malah uang mukanya dibantu oleh pemerintah dan jangka waktu kreditnya lebih panjang bisa sampai 25 tahun dan bunganya lebih lebih rendah," kata Arif.
Hal tersebut, sambung Arif justru berseberangan dengan kebijakan BI yang mewajibkan masyarakat harus membayar down payment alias (DP) hingga 30% bagi rumah 70 m2.
"Ini BI kok malah buat aturan yang membebani rakyat," tuturnya.
Menurut Arif pada dasarnya, kebijakan BI ini memang baik. Namun momentum-nya saja yang tidak tepat.
"Sebenarnya yang harus dilihat oleh BI, jika benar-benar ingin menerapkan prinsip financial inclusion maka harus menyentuh hal-hal yang realistis di lapangan," ungkapnya.
Sama halnya ketentuan BI yang mematok DP bagi kredit kendaraan bermotor yang mencapai 25%. "Artinya misal kita lihat motor, motor itu rata-rata yang pakai dan beli itu jarang yang penghasilannya tetap. Ada yang dipakai untuk ngojek dan ada yang digunakan untuk angkut barang," ungkap Arif.
Arif meminta BI untuk melakukan kajian lebih dalam dan menarik ketentuan tersebut.
"Kalau bisa surat tersebut ditarik kembali. Karena ada dua yang dirugikan, pertama akses masyarakat ke sektor perbankan untuk mendapatkan kredit motor dan rumah. Kemudian perguliran pendanaan dari lembaga pembiayaan yang memberikan kredit motor," tutup Arif.
Seperti diketahui BI mewajibkan masyarakat untuk membayar DP hingga 30% untuk KPR dengan luas rumah 70 m2. Sedangkan untuk kredit motor DP harus 25%. Untuk DP mobil harus 30%.
(ns/NS/vbn-dtc)
(Vibiznews.com)
0 komentar:
Posting Komentar