JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menilai, meski belum mencapai titik rawan potensi bubble,
namun harga untuk kredit kepemilikan properti tipe 70 meter persegi
(m2) dan kepemilikan ruko/rukan sudah di atas rata-rata. Bukan hanya
itu, BI juga menilai kredit kepemilikan properti tipe di atas 70 m2 dan
kepemilikan ruko/rukan sudah di atas nilai fundamentalnya.
Kepala Biro Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Filianingsih mengambil contoh, di salah satu kawasan di Jakarta Selatan, harga tanah yang sebelumnya masih Rp 13 juta per m2 dalam jangka pendek sudah melonjak menjadi Rp 20 juta per m2, akibat spekulasi harga. Suplai yang terbatas, sementara permintaan besar menyebabkan kenaikan harga seberapapun tetap akan mendapat pembeli.
Kepala Biro Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Filianingsih mengambil contoh, di salah satu kawasan di Jakarta Selatan, harga tanah yang sebelumnya masih Rp 13 juta per m2 dalam jangka pendek sudah melonjak menjadi Rp 20 juta per m2, akibat spekulasi harga. Suplai yang terbatas, sementara permintaan besar menyebabkan kenaikan harga seberapapun tetap akan mendapat pembeli.
"Kalau permintaan lebih tinggi dari penawaran, harga bisa meningkat. Definisi bubble itu pergerakan harganya dramatis, di luar historikal, dan tingginya spekulasi terhadap aset itu," kata Filianingsih, Selasa (20/3). Ia menambahkan, drastis yang dimaksud bila harga riil meningkat sedikitnya 50% dalam kurun waktu tiga tahun, atau anjlok dari harga puncak dalam 1-2 tahun.
Data BI menunjukkan, berdasarkan tipe mayoritas kredit properti ditujukan untuk kredit kepemilikan rumah tinggal: tipe 22-70 m2 (kecil, menengah) sebesar 43,87% atau senilai Rp 88,8 triliun, sementara kredit rumah tipe di atas 70m2 (tipe besar) pangsanya 31% atau senilai Rp 62,7 triliun.
Adapun Indeks harga properti residensial BI untuk tipe besar dengan
sampel 14 kota di Jabodetabek dan Banten, meningkat dari kuartal pertama
2011 sebesar 133,92 menjadi 137,01 pada kuartal pertama 2012.
"Yang tipe 21 umumnya masih dipakai untuk kebutuhan primer atau ditempati. Kalau untuk ditempati lebih tinggi komitmen nasabah menyelesaikan kontrak kreditnya," ujar Filianingsih.
Di tempat terpisah, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) berpendapat bubble tidak berlaku secara umum di seluruh wilayah di Indonesia. "Lebih banyak pada lokasi tertentu," ungkap Iqbal tanpa menyebut wilayah yang dimaksud.
Untuk mengantisipasi terjadinya bubble, BTN mengaku memiliki strategi. Pertama, secara rutin mengevaluasi harga riil rumah. Kedua, mengidentifikasi lokasi properti yang pergerakan harganya mudah didorong oleh pengembang.
"Yang tipe 21 umumnya masih dipakai untuk kebutuhan primer atau ditempati. Kalau untuk ditempati lebih tinggi komitmen nasabah menyelesaikan kontrak kreditnya," ujar Filianingsih.
Di tempat terpisah, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) berpendapat bubble tidak berlaku secara umum di seluruh wilayah di Indonesia. "Lebih banyak pada lokasi tertentu," ungkap Iqbal tanpa menyebut wilayah yang dimaksud.
Untuk mengantisipasi terjadinya bubble, BTN mengaku memiliki strategi. Pertama, secara rutin mengevaluasi harga riil rumah. Kedua, mengidentifikasi lokasi properti yang pergerakan harganya mudah didorong oleh pengembang.
kontan.co.id
0 komentar:
Posting Komentar