Transaksi properti rawan terjadinya penggelapan pajak. Penggelapan pajak
pada transaksi properti dilakukan dengan cara under reporting basis
pajak dan melalui kerjasama antar penjual dan pembeli.
Dari hasil penelitian disertasi doktor bidang ekonomi Heru Nurwanta, SPsi, MSi, terungkap sebesar 78,4% dari 13.421 data laporan pembayaran pajak di Jakarta Barat terindikasi terjadi penggelapan pajak.
"Besaran penggelapan pajak berkisar 41,3% dari basis pajak," ungkap Heru saat ujian terbuka Program Doktor bidang ekonomi di Auditorium BRI, Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Yogyakarta, Kamis (5/4/2012).
Dalam disertasinya Heru mempertahankan disertasi berjudul 'Penggelapan Pajak Dalam Transaksi Properti: Variasi Tingkat Penggelapan Antar Kelompok Wajib Pajak'
Menurut Heru, kecurangan pajak merupakan permasalahan yang seringkali dijumpai disemua bagian administrasi perpajakan, salah satunya adalah penggelapan pajak. Penggelapan pajak dalam sistem perpajakan suatu negara telah menimbulkan implikasi negatif yang sangat serius dari aspek fiskal maupun keadilan.
Sementara itu, penerapan self assessment pada sistim perpajakan di Indoensia yaitu dengan memberikan kepercayaan yang luas kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri kewajiban wajib pajaknya memungkinkan terjadinya kecurangan pajak dalam bentuk penggelapan pajak.
Dari hasil survey dan analisis yang dilakukan Heru terhadap data laporan pembayaran pajak transaksi properti selama lima tahun di wilayah Jakarta Barat diketahui, penggelapan pajak pada transaksi properti dilakukan dengan cara underreporting basis pajak.
"Disamping itu penggelapan pajak juga dilakukan melalui kerjasama antar penjual dan pembeli. Sebesar 78,4% dari 13.421 data laporan pembayaran pajak di Jakarta Barat bagian Barat terindikasi penggelapan pajak," kata pria kelahiran Gunung Kidul, 26 Desember 1969 ini.
Menurut dia, temuan lain menunjukkan secara rata-rata tingkat penggelapan wajib pajak perorangan lebih tinggi dibandingkan dengan wajib pajak perusahaan. Sedangkan dari jenis properti diketahui tingkat penggelapan pajak cenderung lebih tinggi pada transaksi properti residensial dibandingkan komersial.
"Tingkat penggelapan pajak pada transaksi properti yang dilakukan oleh wajib pajak yang sering bertransaksi lebih rendah dari pada wajib pajak yang tidak sering melakukan transaksi," kata Heru yang saat ini menjabat di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wonosari ini.
Heru menyebutkan kecenderungan penggelapan pajak terjadi karena pelaku mengetahui risiko terungkapnya kasus tersebut kecil. Meskipun peluang terdeteksinya tindakan penggelapan relatif sangat rendah, namun tidak semua wajib pajak memanfaatkan kondisi ini.
"Dari penelitian ini tercatat sekitar 21,6% wajib pajak membayar secara relatif jujur, meskipun tidak sepenuhnya jujur," pungkasnya.
Detik.com
Berita Terkait:
http://serbaserbiproperti-abproperty.blogspot.com/2012/04/wilayah-jakarta-barat-rawan-penggelapan.html
Dari hasil penelitian disertasi doktor bidang ekonomi Heru Nurwanta, SPsi, MSi, terungkap sebesar 78,4% dari 13.421 data laporan pembayaran pajak di Jakarta Barat terindikasi terjadi penggelapan pajak.
"Besaran penggelapan pajak berkisar 41,3% dari basis pajak," ungkap Heru saat ujian terbuka Program Doktor bidang ekonomi di Auditorium BRI, Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Yogyakarta, Kamis (5/4/2012).
Dalam disertasinya Heru mempertahankan disertasi berjudul 'Penggelapan Pajak Dalam Transaksi Properti: Variasi Tingkat Penggelapan Antar Kelompok Wajib Pajak'
Menurut Heru, kecurangan pajak merupakan permasalahan yang seringkali dijumpai disemua bagian administrasi perpajakan, salah satunya adalah penggelapan pajak. Penggelapan pajak dalam sistem perpajakan suatu negara telah menimbulkan implikasi negatif yang sangat serius dari aspek fiskal maupun keadilan.
Sementara itu, penerapan self assessment pada sistim perpajakan di Indoensia yaitu dengan memberikan kepercayaan yang luas kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri kewajiban wajib pajaknya memungkinkan terjadinya kecurangan pajak dalam bentuk penggelapan pajak.
Dari hasil survey dan analisis yang dilakukan Heru terhadap data laporan pembayaran pajak transaksi properti selama lima tahun di wilayah Jakarta Barat diketahui, penggelapan pajak pada transaksi properti dilakukan dengan cara underreporting basis pajak.
"Disamping itu penggelapan pajak juga dilakukan melalui kerjasama antar penjual dan pembeli. Sebesar 78,4% dari 13.421 data laporan pembayaran pajak di Jakarta Barat bagian Barat terindikasi penggelapan pajak," kata pria kelahiran Gunung Kidul, 26 Desember 1969 ini.
Menurut dia, temuan lain menunjukkan secara rata-rata tingkat penggelapan wajib pajak perorangan lebih tinggi dibandingkan dengan wajib pajak perusahaan. Sedangkan dari jenis properti diketahui tingkat penggelapan pajak cenderung lebih tinggi pada transaksi properti residensial dibandingkan komersial.
"Tingkat penggelapan pajak pada transaksi properti yang dilakukan oleh wajib pajak yang sering bertransaksi lebih rendah dari pada wajib pajak yang tidak sering melakukan transaksi," kata Heru yang saat ini menjabat di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wonosari ini.
Heru menyebutkan kecenderungan penggelapan pajak terjadi karena pelaku mengetahui risiko terungkapnya kasus tersebut kecil. Meskipun peluang terdeteksinya tindakan penggelapan relatif sangat rendah, namun tidak semua wajib pajak memanfaatkan kondisi ini.
"Dari penelitian ini tercatat sekitar 21,6% wajib pajak membayar secara relatif jujur, meskipun tidak sepenuhnya jujur," pungkasnya.
Detik.com
Berita Terkait:
Sebagian Pengusaha Properti di Tangerang Selatan Mangkir Bayar Pajak
http://serbaserbiproperti-abproperty.blogspot.com/2012/04/wilayah-jakarta-barat-rawan-penggelapan.html
0 komentar:
Posting Komentar