Minggu, 13 Mei 2012

REI Jatim: Menpera tak pro pengembang

Entah kebablasan atau memang ada maksud tertentu, kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) terkait  pembangunan rumah sejahtera tapak beberapa waktu terakhir dianggap tidak menguntungkan para pengembang, khususnya RealEstate Indonesia (REI). Berikut petikan wawancara wartawan Surabaya Post, Sekar Arum C Murti dan Reny Catur Agustin dengan Ketua DPD REI Jawa Timur, Ir. Erlangga Satriagung. 


Sejauh ini bagaimana perkembangan perumahan dan permukiman di wilayah Jawa Timur?

RealEstate Indonesia Jawa Timur telah membangun sebanyak 16.300 rumah sederhana atau yang kini dikenal dengan rumah sejahtera tapak (RST) selama tahun 2011. Realisasi itu melebihi target yang telah ditetapkan yakni 15.000 unit dan tingkat realisasi REI di Jatim merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi lain.


Faktor apa saja yang menjadi penghambat pengembangan perumahan dan permukiman di Jawa Timur?

Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Kemenpera beberapa waktu terakhir ini sangat mempersulit para pengembang. Misalnya, ditetapkannya Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman yang harus berukuran 36 meter persegi. Selain itu juga kenaikan retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), serta rencana program penggunaan listrik tenaga surya.


Dalam UU 1/2011 dijelaskan bahwa ukuran minimal rumah adalah tipe 36. Oleh sebab itu, subsidi pembiayaan hanya boleh diberikan pada konsumen yang membeli rumah tipe 36 dan kalau ada yang membeli rumah di bawah tipe tersebut, maka mereka tidak mendapat subsidi dari pemerintah bagaimana pendapat anda?

Ini tentu sangat ironis, Bayangkan saja, orang yang mampu membeli rumah tipe 36 berhak mendapat subsidi, sementara orang yang hanya mampu membeli rumah di bawah tipe 36 justru tidak boleh mendapat subsidi.
Mengapa ironis, karena kondisi di lapangan memperlihatkan, mayoritas masyarakat baru mampu membeli rumah dengan ukuran di bawah 36 meter persegi masih tinggi. Artinya, bila luas rumah diharuskan bertipe 36, harga rumah akan semakin mahal. Saat ini, Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) juga sudah cukup senang memiliki rumah bertipe 22. Buat mereka, yang penting memiliki rumah dulu, selanjutnya rumah tersebut akan dikembangtumbuhkan sesuai kemampuan finansial nantinya.

Akibat regulasi tersebut, penjualan rumah dengan fasilitas kredit bersubsidi langsung merosot drastis. Parahnya, puluhan ribu rumah tipe di bawah 36 yang ready stock tak bisa dijual lantaran harus memakai Kredit Perumahan Rakyat (KPR) dengan suku bunga komersial.


Terkait kenaikan retribusi IMB, di Surabaya saja tahun ini akan nada kenaikan 166 persen, dari Harga Satuan Bangunan (HSBg) retribusi IMB sebesar Rp 9.000 meter persegi menjadi Rp 24.000, bagaimana pendapat anda?

Pada dasarnya kenaikan IMB ini punya tujuan positif, salah satunya untuk mengerem laju pertumbuhan properti yang ada di Surabaya. Namun jangan se-ekstrem itu, harusnya pemerintah kota menaikkan retribusi tersebut secara bertahap jadi para pelaku usaha yang berkecimpung di dalamnya tidak kaget dalam mengatur neraca keuangan perusahaan.

Bisnis properti itu merupakan gabungan dari beberapa bidang usaha di dalamnya, sejauh ini apabila IMB naik maka 140 bidang usaha terpaksa harus menggigit jari melihat kebijakan yang tidak pro kepada mereka.
Dengan turunnya transaksi ekonomi di dalamnya niscaya pasti akan merembet kepada tenaga kerja yang harus dipangkas untuk menstabilkan keuangan perusahaan-perusahaan tersebut. Harusnya kenaikan retribusi bisa dilakukan secara bertahap namun sejauh ini Pemerintah Kota hanya mengobral janjinya semata yang tak berujung manis kepada kami para pengembang.
  
Bagaimana dengan rencana program penggunaan listrik tenaga surya yang ditetapkan Kemenpera?
REI Jatim keberatan dengan rencana program penggunaan listrik tenaga surya yang diitetapkan Kemenpera. REI menilai besaran investasi yang harus disiapkan untuk menjalankan program itu masih memberatkan bagi pengembang.

Kebijakan untuk menggunakan teknologi tenaga surya, baru bisa diterapkan jika ada teknologi yang bisa mengatur penggunaan listrik tenaga surya dan PLN sekaligus secara otomatis.

Saat ini negara yang menerapkan penggunaan listrik tenaga surya adalah Jepang, di mana pemilik rumah bisa menggunakan tenaga surya atau listrik pemerintah.


Apa imbas dari kebijakan-kebijakan tersebut?

Imbas diberlakukan peraturan tersebut adalah realisasi penjualan rumah menjadi menurun dari backlog (kekurangan kebutuhan rumah) perumahan di Jatim sebesar 500.000 unit hanya terealisasi 300.000 unit saja. Dari data BTN terbaru Maret 2012 menunjukkan realisasi perumahan merosot sangat tajam, 30 persen dari target KPR sebesar 9.000 unit, yaitu hanya terealisasi sebesar 3.000 unit. Padahal realisasi KPR tahun sebelumnya adalah 8.900 unit. Hal itu membuktikan bahwa kebijakan-kebijakan yang di buat pemerintah justru menyengsarakan para pengembang.


Langkah apa yang akan dilakukan REI untuk menanggulangi permasalahan ini? 

Guna menyikapi program Kemenpera itu REI Jatim telah menyampaikan keberatan melalui  Dewan Pimpinan Pusat (DPP) REI.  REI berharap pemerintah meninjau ulang kebijakan itu dan menyesuaikan dengan kondisi di lapangan.

Terjadi salah penerapan (mal-adapted) akut pada kebijakan perumahan saat ini, sehingga ancaman backlog  baik di Jawa Timur ataupun secara nasional diperkirakan akan makin memburuk bila pemerintah tidak tegas menyikapi ini semua.

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cari Properti

Custom Search

Ir. Andreas Siregar

Konsultan Properti

Pendiri AB Property

Tenaga Pengajar pada

PANANGIAN SCHOOL OF PROPERTY

Follow Twitter @penilaipublik untuk Tips & Konsultasi Properti

Aditya Budi Setyawan

Pendiri AB Property (Partner) ✉absetyawanwassuccess@live.com

☎ 0878787 702 99

085 7755 1819 5

0852 2120 3653

021 444 300 33 (flexi)

BB : 31 789 C84

Facebook Twitter MySpace Blogger Google Talk absetyawan Y! messenger adityabsetyawan
My QR VCard

Cari