Podomoro Grup Pilih Bangun Hotel dan Landed House
PT Agung Podomoro Land Tbk, kelompok Agung Podomoro berencana melakukan ekspansi ke Makassar tahun ini. Kelompok usaha properti dari Jakarta yang merajai apartemen ini, lebih memilih membangun hotel dan landed house.
"Makassar salah satu daerah dengan pertumbuhan properti yang cukup menjanjikan. Dari pada kami ekspansi ke luar negeri, daerah masih banyak lahan untuk digarap. Meskipun demikian, pembangunan gedung vertikal atau apartemen di Makassar belum menjanjikan. Masyarakat masih cenderung ke permukiman warga," kata Vice President Director, PT Agung Podomoro Land, Handaka Santosa.
PT Agung Podomoro Land Tbk, kelompok Agung Podomoro berencana melakukan ekspansi ke Makassar tahun ini. Kelompok usaha properti dari Jakarta yang merajai apartemen ini, lebih memilih membangun hotel dan landed house.
"Makassar salah satu daerah dengan pertumbuhan properti yang cukup menjanjikan. Dari pada kami ekspansi ke luar negeri, daerah masih banyak lahan untuk digarap. Meskipun demikian, pembangunan gedung vertikal atau apartemen di Makassar belum menjanjikan. Masyarakat masih cenderung ke permukiman warga," kata Vice President Director, PT Agung Podomoro Land, Handaka Santosa.
Dia mengatakan, pengembangan kawasan kota baru di Sulsel sangat
menjanjikan, apalagi Kota Makassar dan daerah tetangga. Makassar dan
sekitarnya memiliki banyak kawasan untuk dikembangkan menjadi kawasan
permukiman asri, aman dan terintegrasi.
Selain membangun kawasan pemukiman, ia juga mengaku jika pengembangan
hunian masyarakat modern seperti bangunan vertikal atau apartemen
sebenarnya menjanjikan, apalagi belum adanya apartemen di Makassar,
namun kebijakan ke arah sana masih perlu dikaji kembali.
"Makassar salah satu kota MICE menjanjikan. Makanya dibutuhkan properti
seperti hotel atau fasilitas lain. Tapi pada prinsipnya kalau Podomoro
ekspansi ke sini kita ingin menggandeng pengusaha lokal. Jadi ada sistem
pemberdayaan dan saling menguntungkan," jelas Handaka.
Dia menambahkan pihaknya baru saja mengakuisisi hotel bintang lima JW Marriot di kawasan Nusa Dua Bali senilai Rp300 miliar.
Sementara itu pengusaha properti Makassar, Julius Yunus Tedja,
menyuarakan, perlunya sinergi aturan dari pemerintah daerah dan
kementerian terkait fasilitas umum dan fasilitas sosial (fasum/fasos)
untuk para pengembangan.
Skala perbandingan 40:60 yang sama antara developer besar dan kecil menurut Julius kurang adil dan memberatkan.
Pemerintah harusnya mendata kewajiban fasos/fasum yang sedianya
diberikan pengembang sebelum penerbitan surat izin petunjuk penggunaan
tanah (SIPPT).
Skala 40:60 itu memberatkan untuk pengembangan kecil sehingga perlu
dikaji kembali. "Terkadang pengembang justru menyerahkan kewajiban
fasos/fasum berupa tanah yang sedang dalam sengketa, atau lebih parah
lagi, tanah yang belum dibebaskan," kata Julius.
0 komentar:
Posting Komentar