Sabtu, 21 April 2012

Benyamin Ginting: Pasar Properti Bisa Terkoreksi Politik Nasional

Tahun 2013 dan 2014, pasar properti bisa terhambat oleh perpolitikan nasional.

Di tiga sampai empat bulan pertama tahun 2012 ini, industri properti nasional bisa dikatakan terbatuk-batuk. Itu, boleh dikatakan, berlawanan dengan optimistik tinggi yang bergaung di akhir tahun 2011.

Betapa tidak, berbagai riak tiada sungkan bertandang ke industri tersebut. Antara lain, dalam hal pengadaan rumah subsidi, Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) mengajukan uji materi Pasal 22 Ayat 3 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Belum selesai Mahkamah Konstitusi menyidangkan gugatan itu, muncul ketentuan dari Bank Indonesia yang mengharuskan minimal uang muka dalam pembelian rumah melalui pembiayaan bank, sebesar 30%.

Gelombang lain adalah gonjang-ganjing kenaikan harga minyak subsidi—yang sampai tulisan ini diturunkan belum terlaksana.

Dengan semua itu, akan bagaimanakah pasar properti nasional di tahun 2012 ini? Mencari tahu prediksi/analisis tentang itu, Jaringnews.com mewawancara salah satu konsultan properti papan atas di Indonesia.

Dialah Benyamin Ginting, presiden Ikatan Analis Properti Indonesia.

Berikut ini kutipan perbincangan dengan Direktur Utama PT Laras Cipta Property itu.

Bagaimana Anda memandang pasar properti pascakuartal satu 2012?

Begini, secara makro, itu masih ada tren naik. Pasar properti kan masih didului oleh membaiknya ekonomi makro.


Dan di kuartal kedua ini, ekonomi makro kita kan relatif baik walau ada gejolak di sana-sini. Inflasi bisa dikendalikan, misalnya.


Dan tentu, suku bunga relatif baik. Walau tidak turun signifikan, tapi sejauh ini tidak ada tanda akan naik, bukan?


Ada upaya pemerintah untuk mengendalikan suku bunga supaya tetap di bawah satu digit.


Bila semua itu bertahan, maka pasar properti nasional terus membaik. Mungkin sampai akhir 2012 ini.


Namun, pasar properti kan sifatnya sangat localized. Tidak bisa disamaratakan.


Bisa dijelaskan lebih jauh?


Sektor properti komersial, itu di tahun 2010 dan 2011,  sudah hampir seluruh proyek besar masuk ke pasar. Dan tahun ini, tidak akan sebesar 2010 dan 2011 itu.


Tapi, untuk sektor lain seperti perumahan, itu akan terus bertumbuh kalau kita melihat ke ekonomi makro.


Dan di sini, kita mesti cermat bahwa pasar properti pun ditentukan dari sisi mikro. Dari sisi supply dan demand.


Dan di situ, ada kendala yang menyangkut daya beli masyarakat dan perilaku developer.


Misalnya, kemarin ada ketentuan dari Bank Indonesia untuk minimal DP (down payment/uang muka) KPR (kredit pemilikan rumah) minimal 30 persen. Hal ini kan membuat, secara mikro, daya jangkau masyarakat untuk membeli properti lebih lemah. Karena harus punya DP 30 persen dulu.


Kalau dulu, dengan DP sebesar 10 sampai 20 persen, pasar properti menjadi bergairah.


Dan kondisi mikro ini sangat berpengaruh.


Kini terpulang ke pemerintah dan developer untuk menyiasati.


Kemudian, di sektor apartemen, juga ada kejenuhan pasar untuk lokasi tertentu seperti CBD (Central Business District) Jakarta.


Bagaimana soal keharusan melaporkan transaksi properti senilai lebih Rp 500 juta?


Hal ini juga membuat minat perilaku konsumen properti sedikit berubah. Sebab, dia menjadi kuatir, bukan?


Kalau dia beli untuk motif investasi, dan tiba-tiba diwajibkan melaporkan sumber uang, kan konsumen tidak merasa nyaman.


Kondisi makro yang bagus tidak menjamin bahwa pasar properti akan bagus. Tapi juga akan ditentukan oleh mikro pasar ataupun mikro lokasi.


Dengan kondisi tersebut, apakah pasar properti di tahun ini masih tumbuh 15 persen seperti yang diprediksikan?


Nah, itu tercapai kalau kendala mikro tadi bisa diatasi. Gangguan ada di tingkat mikro.


Tapi ini mestinya bisa disiasati oleh para developer. Misalnya dengan menawarkan cicilan DP. Atau dengan memberikan kemudahan lain supaya DP 30 persen itu terjangkau.


Itu agar pembelian tidak tertunda. Perlu diperhatikan bahwa penundaan bukan membuat konsumen lebih siap. Tapi justru semakin tidak siap.


Dan developer perlu mencermati hal ini. Yang jelas, pasti developer punya banyak siasat atau strategi buat mencermati hal ini.


Sekarang ini, tingkat suku bunga pun ada di level yang bagus. Ada bank yang berani memberikan bunga 8 persen sampai dua tahun. Dan kalau misalnya bunga KPR naik ke 11 sampai 12 persen, itu juga masih bagus buat pasar properti.


Sekarang, yang perlu kita cermati adalah di tahun 2014. Karena kita akan membentuk pemerintahan baru.


Bila pemerintahan baru yang terbentuk meniupkan optimisme lebih tinggi dan tingkat suku bunga lebih kondusif lagi, maka jelas bahwa pasar properti akan terus tumbuh di tahun 2015.


Soal kisruh harga minyak, bagaimana pengaruhnya ke sektor properti di tahun ini?

Bila akhirnya harga BBM (bahan bakar minyak) naik, itu pasti pengaruhnya terlebih dulu ke makro. Kalau ada inflasi, pasti pasar properti terpengaruh.


Kalau ada inflasi naik dan suku bunga memanas, pasti kondisi mikro pasar properti juga terganggu, bukan?


Bila harga BBM naik, akankah pertumbuhan pasar properti masih 15 persen untuk tahun ini?

Sekali lagi, itu ditentukan oleh pengendalian di sisi mikro pasar properti.


Yang lebih saya kuatirkan adalah tahun 2013. Kalau kondisi mikro dan makro tidak terkendali, pasti akan berdampak ke penjualan ataupun pasar properti.


Karena develepor tidak bisa memertahankan lagi harga lama. Sedangkan daya beli konsumen properti menurun.


Hal itu tidak berpengaruh ke pasar potensial properti, tapi ke pasar tipe yang lain.


Bagaimana penjelasan pasar potensial ini?

Itu adalah mereka yang benar-benar sudah minat dan siap membeli rumah. Saat ada gangguan secara tiba-tiba, paling dia melakukan penyesuaian. Misalnya membeli tipe rumah yang lebih kecil.


Kalau pasar lain yang tidak begitu: dia urung membeli bila ada gangguan seperti kenaikan harga dan DP.


Padahal, pasar properti itu kan 40 persennya diisi oleh tipe yang ini. Mereka biasanya tidak siap dan minat membeli sekarang, tapi lantas membeli karena diberikan kemudahan-kemudahan.


Kalau pasar yang terakhir ini menarik diri, pasti pengaruhnya ke pasar properti secara nasional terganggu, bukan?


Dan pertumbuhan yang 15 persen tadi bisa di bawah 10 persen nantinya.


Kalau dari yang 40 persen itu yang menarik diri setengahnya, itu pengaruhnya kan signifikan. Maka yang paling menentukan, sekali lagi, adalah tindakan pemerintah dan developer untuk mengatasi kesulitan di tingkat mikro pasar properti.


Tahun 2013 dan 2014, apakah pasar properti nasional masih tumbuh dua digit?

Mungkin tidak. Sebab, konsumen yang 40 persen itu tidak terwujud penuh. Dan segmen lain juga berkurang perwujudannya.


Total konsumen properti yang menarik diri bisa 40 persen dari keseluruhan. Alhasil, pertumbuhan pasar properti tidak sampai 10 persen.


Itu bila perpolitikan nasional di 2013 dan 2014 terlalu panas dan mengganggu ekonomi makro Indonesia.


Walau begitu, seperti yang pernah terjadi, bisa saja nanti ekonomi tetap berjalan seperti biasa sementara kondisi politik nasional memanas.

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cari Properti

Custom Search

Ir. Andreas Siregar

Konsultan Properti

Pendiri AB Property

Tenaga Pengajar pada

PANANGIAN SCHOOL OF PROPERTY

Follow Twitter @penilaipublik untuk Tips & Konsultasi Properti

Aditya Budi Setyawan

Pendiri AB Property (Partner) ✉absetyawanwassuccess@live.com

☎ 0878787 702 99

085 7755 1819 5

0852 2120 3653

021 444 300 33 (flexi)

BB : 31 789 C84

Facebook Twitter MySpace Blogger Google Talk absetyawan Y! messenger adityabsetyawan
My QR VCard

Cari