Jakarta, (Analisa). Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) mengingatkan konsumen jangan mudah percaya
dengan iklan properti. Hal ini juga untuk mencegah konsumen terjebak
dengan trik "goreng menggoreng" harga properti.
Public Interest Lawyer
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan selama
ini masyarakat juga sering terjebak dengan publikasi yang disampaikan
pengembang. Misalnya harga properti akan naik awal tahun, atau akhir
tahun sehingga ada dorongan psikologis dari pengembang agar masyarakat
segera membeli.
"Kalau kita mengacu iklan, konsumen suka kena marketing gimmick dari pengembang. Bahwa harga naik. Kan sebenarnya, konsumen tidak tahu keuntungan pengembang berapa?" katanya kepada detikFinance, di Jakarta, Kamis (12/1).
"Ada juga pengembang yang patok harga tinggi, dan memberi diskon bagi konsumen yang mampu membayar tunai," ucapnya. Ia juga mengaku, perumahan merupakan sektor ketiga terbesar dalam aduan masyarakat. Laporan mencakup seluruhnya, yang mengacu pada anggapan kerugian dari konsumen.
"Selama ini belum ada regulasi yang mengatur hal itu. Jadi pengembang tetap melakukan itu," imbuhnya.
Selain itu, sering kali para pengembang menunda pelaksanaan pembangunan unit propertinya, menunggu harga lahan di sekitarnya naik signifikan. Dampaknya pengembang dapat menjual properti dengan harga tinggi. Padahal, pengembang telah berhasil membebaskan lahan.
"Selama ini mereka investasi tanah mahal, dan mereka belum mau bangun kalau prospeknya belum untung," jelasnya.
Sebelumnya Indonesia Property Watch (IPW) mengingatkan agar masyarakat tak terjebak goreng menggoreng harga properti oleh pengembang dengan penawaran harga jual properti seperti perumahan yang nilainya sangat fantastis.
Harga-jual yang terlalu tinggi dengan iming-iming kawasan strategis, belum menjamin gainnya sesuai yang diharapkan bahkan bisa-bisa nilai properti di kawasan itu mendekati harga jenuh (over value). (dtc)
"Kalau kita mengacu iklan, konsumen suka kena marketing gimmick dari pengembang. Bahwa harga naik. Kan sebenarnya, konsumen tidak tahu keuntungan pengembang berapa?" katanya kepada detikFinance, di Jakarta, Kamis (12/1).
"Ada juga pengembang yang patok harga tinggi, dan memberi diskon bagi konsumen yang mampu membayar tunai," ucapnya. Ia juga mengaku, perumahan merupakan sektor ketiga terbesar dalam aduan masyarakat. Laporan mencakup seluruhnya, yang mengacu pada anggapan kerugian dari konsumen.
"Selama ini belum ada regulasi yang mengatur hal itu. Jadi pengembang tetap melakukan itu," imbuhnya.
Selain itu, sering kali para pengembang menunda pelaksanaan pembangunan unit propertinya, menunggu harga lahan di sekitarnya naik signifikan. Dampaknya pengembang dapat menjual properti dengan harga tinggi. Padahal, pengembang telah berhasil membebaskan lahan.
"Selama ini mereka investasi tanah mahal, dan mereka belum mau bangun kalau prospeknya belum untung," jelasnya.
Sebelumnya Indonesia Property Watch (IPW) mengingatkan agar masyarakat tak terjebak goreng menggoreng harga properti oleh pengembang dengan penawaran harga jual properti seperti perumahan yang nilainya sangat fantastis.
Harga-jual yang terlalu tinggi dengan iming-iming kawasan strategis, belum menjamin gainnya sesuai yang diharapkan bahkan bisa-bisa nilai properti di kawasan itu mendekati harga jenuh (over value). (dtc)
http://www.analisadaily.com/news/read/2012/01/13/30308/ylki_imbau_konsumen_jangan_terkecoh_iklan_properti/#.Tw8zwlY1V0s
0 komentar:
Posting Komentar