Perbankan dinilai sudah konservatif sehingga banyak yang sudah berhati-hati.
Presiden Direktur dan CEO PT Bakrieland Development Tbk, Hiramsyah S. Thaib, menilai pemberlakuan uang muka (Down Payment) kredit kepemilikan rumah (KPR) sebesar 30 persen tidak tepat. Pertimbangan Bank Indonesia yang menghawatirkan akan ada bubble di sektor properti ini menurutnya tidak akan terjadi.
"Kalau dilihat, hampir sebagian besar perbankan terutama perbankan papan atas yang memimpin dalam landing untuk KPR maupun KPA itu sudah sangat konservatif," kata Hiramsyah, ketika berbincang dengan VIVAnews, di Jakarta, Sabtu, 14 April 2012.
"Kalau dilihat, hampir sebagian besar perbankan terutama perbankan papan atas yang memimpin dalam landing untuk KPR maupun KPA itu sudah sangat konservatif," kata Hiramsyah, ketika berbincang dengan VIVAnews, di Jakarta, Sabtu, 14 April 2012.
Menurutnya,
perbankan sudah melakukan persetujuan dan pertimbangan yang sangat
konservatif. Sehingga walaupun DP kurang dari 30 persen secara teoritis
perbankan sudah menerapkan DP di atas 30 persen.
Untuk itu,
Hiramsyah menilai pengaturan DP minimal 30 persen dianggap terlalu
cepat. Sebab, dia menjelaskan, hingga saat ini masih terdapat backlog (kekurangan jumlah rumah dibanding dengan jumlah jumlah keluarga) perumahan sebesar 13 juta unit.
"Seharusnya
pemerintah dalam hal ini termasuk BI bisa sangat memahami bahwa
perumahan merupakan kebutuhan dasar masyarakat," ucapnya.
Sistem
perbankan di Indonesia, kata Hiramsyah, hingga saat ini dinilai masih
sehat karena telah belajar dari krisis yang terjadi pada 1998 lalu. Ini
yang menyebabkan perbankan sangat berhati-hati untuk penyaluran kredit
di sektor properti.
"Coba saja lihat berapa eksposure properti
kita, dibandingkan dengan negara tetangga Singapura dan Malaysia. Kecil
sekali," ujarnya.
Kontribusi sektor properti, lanjut Hiramsyah,
juga masih sangat kecil terhadap produk domestik bruto (PDB), hanya
sembilan persen. Sementara di negara-negara tetangga seperti Singapura
sudah mencapai 30 persen terhadap PDB.
Kemudian, rasio kredit
properti KPR di Indonesia terhadap PDB juga masih kecil. Hiramsyah
menuturkan rasio itu hanya tiga persen terhadap PDB. Padahal di
negara-negara tetangga yang sudah cukup maju sudah mencapai 30-40 persen
terhadap PDB.
"Jadi menurut saya kekhawatiran properti bubble
masih jauh. Tapi yang justru paling penting adalah bagaimana masyarakat
berpenghasilan rendah bisa mendapatkan rumah yang layak. Sehingga
bangsa ini memiliki keluarga-keluarga yang sehat, fisik dan rohani,"
ucapnya,
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Agus Martowardojo,
menyambut baik aturan yang mengatur minimal uang muka untuk meningkatkan
kehati-hatian dalam pembiayaan. Kenaikan uang muka (down payment) tak hanya berlaku di kredit kendaraan bermotor perbankan, namun juga di perusahaan pembiayaan (multifinance).
Agus
menjelaskan kenaikan uang muka ini untuk menyeleksi debitur yang sehat.
Ia menjelaskan jika debitur membeli barang dengan pinjaman, harus ada
porsi down payment yang dimasukkan oleh debitur.
Seperti diketahui, Bank Indonesia mengatur besaran loan to value (LTV) untuk KPR maksimal sebesar 70 persen. Artinya, bank hanya boleh memberikan pinjaman sebesar 70 persen dari nilai objek.
Ketetapan
tersebut tertuang dalam Surat Edaran BI Nomor 14/10/DPNP tanggal 15
Maret 2012 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang melakukan
pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor.
Dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews
disebutkan, ruang lingkup KPR itu meliputi kredit konsumsi kepemilikan
rumah tinggal, termasuk rumah susun atau apartemen, namun tidak termasuk
rumah kantor dan rumah toko, dengan tipe bangunan lebih dari 70 meter
persegi.
Pengaturan mengenai LTV dikecualikan terhadap KPR dalam rangka pelaksanaan program perumahan pemerintah. (hp).
0 komentar:
Posting Komentar