Sebanyak 90 persen pengembang anggota Apersi (Asosiasi Pengembang
Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia) yang selama ini membangun
rumah subsidi, bisa bergeser ke segmen rumah komersial. Itu bila
pembangunan rumah di bawah tipe 36 tetap tidak dibolehkan seperti yang
tercantum di Pasal 22 Ayat 3 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman. Ketua Umum Apersi, Eddy Ganefo,
mengatakan hal itu di Jakarta kemarin.
Eddy mengatakan bahwa bagi pengembang di Apersi, tidak ada kesulitan untuk berpindah segmen ke rumah komersial. "Kami mengajukan judicial review Pasal 22 Ayat 3 (Undang-undang Perumahan), karena kepedulian ke masyarakat berpenghasilan rendah. Bukan semata karena kepentingan pengembang. Kami bisa saja dengan mudah langsung pindah segmen. Tapi, siapa nantinya yang peduli terhadap rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah," kata pria asal Palembang itu.
Eddy mengatakan bahwa bagi pengembang di Apersi, tidak ada kesulitan untuk berpindah segmen ke rumah komersial. "Kami mengajukan judicial review Pasal 22 Ayat 3 (Undang-undang Perumahan), karena kepedulian ke masyarakat berpenghasilan rendah. Bukan semata karena kepentingan pengembang. Kami bisa saja dengan mudah langsung pindah segmen. Tapi, siapa nantinya yang peduli terhadap rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah," kata pria asal Palembang itu.
Ucap Eddy lagi, pihaknya mendapatkan data dari BLU (Badan Layanan Umum) Kementerian Perumahan Rakyat bahwa jumlah aplikasi KPR (kredit pemilikan rumah) subsidi dengan skema FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) menurun tajam daripada di tahun sebelumnya. Dari Januari sampai 13 April 2012, hanya ada 2.327 aplikasi. "Sementara, seyogianya ada 40.000-an aplikasi."
Apakah itu menandakan bahwa mayoritas masyarakat berpenghasilan rendah tidak mampu membeli rumah tipe 36? "Bisa jadi demikian," jawab Eddy.
Agar hal itu tidak berlanjut, ucap dia, Pasal 22 Ayat 3 Undang-undang Perumahan harus dicabut.
0 komentar:
Posting Komentar