Dewan Pimpinan Daerah Real Estate Indonesia
(REI) Sulsel pesimis merealiasikan rumah subsidi sederhana yang
dicanangkan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera). Pesimisme kedua
institusi karena Kemenpera mematok rumah yang masuk program hanya tipe
36 dengan harga maksimal Rp70 juta.
Ketua DPD REI Sulsel Raymond Arfandy kepada FAJAR mengatakan, bantuan Kredit Kepemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR-FLPP) pada rumah tipe 36 dianggap tidak realis dan memperhitungkan pasar. "FLPP untuk membangun Rumah Sederhana Tapak (RST) seharga Rp70 juta, sementara aturan FLPP sebelumnya harga maksimal rumah adalah Rp 80 juta. Ini jelas merugikan, di tingkat pasar rumah bermain antara Rp90 juta hingga Rp100 juta lebih mengikuti harga bahan," katanya.
Ketua DPD REI Sulsel Raymond Arfandy kepada FAJAR mengatakan, bantuan Kredit Kepemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR-FLPP) pada rumah tipe 36 dianggap tidak realis dan memperhitungkan pasar. "FLPP untuk membangun Rumah Sederhana Tapak (RST) seharga Rp70 juta, sementara aturan FLPP sebelumnya harga maksimal rumah adalah Rp 80 juta. Ini jelas merugikan, di tingkat pasar rumah bermain antara Rp90 juta hingga Rp100 juta lebih mengikuti harga bahan," katanya.
Di Sulsel REI kata Raymond mendapat target pembangunan rumah murah sebanyak 5.000 unit secara konsorsium dan akan melakukan kesepakatan dengan Pemerintah Provinsi dan Pusat melalui MoU. Menurut dia, jika melihat harga pasar lalu membandingkan dengan nilai suku bunga pada Perbankan umum antara 7- 8 persen, maka pengembang akan sulit merealisasikan. "Ini belum termasuk harga Bahan Bakar Minyak (BBM) segera naik yang otomatis mempengaruhi komponen pembiayaan lain. Ini mesti dikaji ulang kembali," jelasnya.
CEO Bank Mandiri Wilayah X Makassar, Edhi Chrystanto di tempat terpisah juga berpendapat, FLPP ini bakal tetap alot jika tidak dinaikkan grade anggaran. Bagi pengembang di Sulsel itu akan sulit. "Kalau harga FLPP itu yang ditetapkan dan diberlakukan di Makassar, saya kira akan sulit. Properti di daerah ini memang jauh melejit di atas rata-rata nasional. Jadi mestinya per daerah harus di petakan dan mesti ada standarisasi. Tapi kami belum tahu kebijakan dari Jakarta," Edhi.
Edhi juga menuturkan, REI Sulsel mesti tidak melakukan itu di Makassar karena harga properti di kota berbeda jauh dengan kabupaten seperti Maros, Gowa, Barru atau Bantaeng. Hanya saja, kebutuhan akan rumah subsidi justru lebih besar untuk penduduk di Makassar. "Kami belum tahu seperti apa finalisasi dari Kemenpera, BI serta REI. Kami menunggu kebijakan. Tapi kami juga memahami teman-teman di REI Sulsel," ungkapnya.
Program Kemenpera untuk FLPP ini digarap empat bank yakni; Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, dan Bank Tabungan Negara (BTN).
Sebelumnya, FLPP digulirkan pada tahun 2010 dan sempat terhenti di Januari 2012. Hal itu disebabkan Kemenpera menghendaki penurunan suku bunga FLPP semula 8,15 hingga 9,95 persen menjadi 7 persen lebih, dengan komposisi dana penyertaan pemerintah dan perbankan dari sebelumnya 60:40 kini terkoreksi menjadi 50:50.
Total anggaran FLPP dari pemerintah Rp6,7 triliun yang dibutuhkan dana perbankan mesti dalam jumah yang sama. Kendalanya, dana penyertaan dari empat bank tersebut diperkirakan hanya berkisar Rp4 triliun lebih. (aci/upi)
http://www.fajar.co.id/read-20120313235640-rei-dan-perbankan-pesimis-sikapi-program-rumah-murah
0 komentar:
Posting Komentar