Ali Tranghanda - Direktur Indonesian Property Watch (IPW) |
Janji Menpera untuk menetapkan skema FLPP yang baru pada akhir
Januari ternyata hanya isapan jempol belaka. Menpera kembali berjanji
akan menetapkan skema baru pada akhir Februari 2012. Ada apa dibalik
penghentian ini yang memberikan polemik berkepanjangan ? Seharusnya
secara teknis tidak ada masalah yang berarti untuk segera menetapkan
bunga FLPP.
Semua bank pelaksana telah setuju untuk menurunkan suku bunga di
level 6,5% - 7,5% dengan porsi pemerintah dalam penyaluran ini adalah
50:50. Dan yakin BTN pun seyogyanya tidak keberatan dengan penetapan
bunga rendah tersebut. Penurunan suku bunga dilaksanakan sebatas tidak
merugikan secara bisnis perbankan. Karena perlu kehati-hatian mengingat
bank-bank pelaksana adalah perusahaan publik yang Tbk. Penurunan suku
bunga sampai 5% yang direncanakan Menpera seharusnya dapat tercapai bila
porsi pemerintah mencapai 90%. Dan inilah yang seharusnya diperjuangkan
Menpera daripada harus bernegosiasi dengan perbankan. Pemerintah
bertanggung jawab penuh terhadap penyediaan rumah rakyat.
Faktanya dengan skema lama FLPP, tidak ada keberatan dan protes dari
konsumen terhadap tingkat suku bunga yang ada. Ironis bila saat ini
Menpera bernegosiasi dengan bank pelaksana hanya untuk urusan 1%-2%
penurunan bunga. Perlu dipertanyakan ada apa dibalik penghentian ini ?
Berdasarkan data yang ada, penyaluran FLPP tahun 2011 mencapai Rp.
3,7 Triliun dengan jumlah 109.592 unit dan meningkat sangat tinggi
dibandingkan tahun 2010 yang hanya mencapai Rp. 242 miliar dengan jumlah
7.959 unit. BTN menyalurkan 99,8% dari jumlah unit atau sebesar 93,5%
dari total nilai penyaluran FLPP. Dengan skema penurunan bunga FLPP yang
baru seyogyanya semua bank-bank pelaksana akan ikut serta meskipun
dengan nilai kuota yang terbatas. Nah inilah yang harus diwaspadai,
karena berdasarkan informasi yang ada bank-bank pelaksana termasuk BTN,
terbatas untuk menyalurkan FLPP yang baru hanya menyiapkan Rp. 2
Triliun. Bandingkan dengan penyaluran FLPP tahun 2012 sebesar Rp. 3,7
Triliun. Dengan skema baru penurunan bunga FLPP pun tidak menjamin akan
terjadi peningkatan yang tinggi. Artinya penyerapan rumah MBR pun dan
misi mengurangi back log tidak akan tercapai. Kalau seperti ini dimana urgensinya penurunan bunga FLPP ?
Bila BTN tidak berpartisipasi dipastikan perumahan nasional akan
mendapat dampak yang besar karena bank-bank lain belum siap secara
infrastruktur dan perlu waktu sangat lama untuk mempersiapkan hal
tersebut. Dengan skema baru penurunan bunga FLPP pun tidak menjamin akan
terjadi peningkatan yang tinggi.
Perseteruan yang kental antara Menpera dan BTN harus segera
dihentikan untuk kepentingan rakyat dengan membuang jauh-jauh ego dan
arogansi sepihak. Karena dampak dari penghentian ini sudah sangat besar.
Di satu sisi konsumen tidak dapat melakukan akad dan membeli rumah
dengan suku bunga komersial yang jauh lebih tinggi. Di sisi lain,
pengembang pun tidak dapat memperoleh dana dari akad dan harus tetap
membayar bunga pinjaman. Karenanya semua pihak berharap, Menpera dapat
lebih bijak untuk segera memutuskan skema FLPP yang baru. Dimungkinkan
untuk menerapkan skema yang lama selama peralihan sehingga pasar
perumahan tidak terganggu cuma karena ulah FLPP.
Pemerintah dan DPR harus segera menyelesaikan masalah ini agar tidak
menjadi polemik yang berkepanjangan dan memberikan dampak yang buruk
bagi perumahan nasional. Bila tidak maka pemerintah harus digugat telah
mencederai rakyat dengan melanggar hak asazi untuk memperoleh rumah dan
mematikan pengembang kecil yang seharusnya menjadi mitra pemerintah.
(ALT-IPW)
http://indonesiapropertywatch.com/home/ipw/the-news/122-ada-apa-dibalik-negosiasi-flpp-
0 komentar:
Posting Komentar