Program belum memperlihatkan program terintegrasi dengan baik sebagai satu kesatuan.
VIVAnews - Pengamat properti, Ali Tranghanda
menyatakan, program perumahan rakyat sejauh ini masih bersifat tambal
sulam dan belum memperlihatkan program yang terintegrasi dengan baik
sebagai satu kesatuan program perumahan nasional.
"Program tambal sulam diperlihatkan dengan tanpa adanya perencanaan dan arah yang jelas. Mau kemana arah program perumahan yang ada? Mulai dari program sejuta rumah, 1.000 menara rumah susun, FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan), program rumah murah, semuanya terkesan program tanpa perencanaan dan sistematis yang jelas sehingga berdampak terhadap pelaksanaannya di lapangan," kata Ali, dalam seminar di Hotel Ambhara, Jakarta, Kamis 3 November 2011.
"Program tambal sulam diperlihatkan dengan tanpa adanya perencanaan dan arah yang jelas. Mau kemana arah program perumahan yang ada? Mulai dari program sejuta rumah, 1.000 menara rumah susun, FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan), program rumah murah, semuanya terkesan program tanpa perencanaan dan sistematis yang jelas sehingga berdampak terhadap pelaksanaannya di lapangan," kata Ali, dalam seminar di Hotel Ambhara, Jakarta, Kamis 3 November 2011.
Ali menggambarkan, seperti kaum masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan penghasilan Rp4,5 juta per bulan, mereka secara perhitungan di atas kertas merupakan segmen pasar yang bisa membeli unit rumah susun sederhana milik (rusunami).
"Karena dengan memperhitungkan sepertiga dari penghasilan atau
sebesar Rp1,5 juta per bulan, mereka seharusnya dapat memiliki rusunami
dengan cara mencicil," katanya.
Namun, lanjut Ali, tidak sesederhana di kondisi lapangan. "Karena masing-masing individu belum tentu merupakan pasar efektif yang bisa langsung merealisasikan pembelian unit rusunaminya," ujar Ali.
Berdasarkan penelitian, Ali mengungkapkan, ternyata sebagian besar di segmen biaya hidup sebesar Rp2,5 juta per bulan, sisanya Rp2 juta per bulan seharusnya dapat menjadi daya beli perumahan. "Namun kenyataannya, sisa daya beli tersebut habis di cicilan elektronik, cicilan kendaraan bermotor, dan yang paling besar cicilan kartu kredit," kata dia. (sj)
Namun, lanjut Ali, tidak sesederhana di kondisi lapangan. "Karena masing-masing individu belum tentu merupakan pasar efektif yang bisa langsung merealisasikan pembelian unit rusunaminya," ujar Ali.
Berdasarkan penelitian, Ali mengungkapkan, ternyata sebagian besar di segmen biaya hidup sebesar Rp2,5 juta per bulan, sisanya Rp2 juta per bulan seharusnya dapat menjadi daya beli perumahan. "Namun kenyataannya, sisa daya beli tersebut habis di cicilan elektronik, cicilan kendaraan bermotor, dan yang paling besar cicilan kartu kredit," kata dia. (sj)
• VIVAnews
Sumber : http://bisnis.vivanews.com/news/read/261226-program-perumahan-rakyat-tambal-sulam
Sumber : http://bisnis.vivanews.com/news/read/261226-program-perumahan-rakyat-tambal-sulam
0 komentar:
Posting Komentar