Herdaru Purnomo - detikFinance
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mulai mengkhawatirkan pertumbuhan kredit sektor properti yang mulai tidak wajar. Bank sentral mulai melihat pengucuran kredit di sektor properti yang ternyata hanya digunakan untuk aksi spekulasi.
"Beberapa jenis properti terutama rumah mewah sudah banyak ini sebenarnya. Kita sudah melakukan survei ini," ungkap Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia Wimboh Santoso kepada wartawan di Jakarta, Selasa (8/11/2011).
Menurut Wimboh, dari sisi potensi memang permintaan kredit di sektor properti cukup tinggi. Kredit properti tidak terlalu sensitif terhadap suku bunga.
"Properti ini, dari segi potensi memang demand-nya tinggi. Tanpa suku bunga pun dia akan selalu bertambah. Cuma penambahannya harus rasional, jangan sampai punya properti untuk spekulasi dan kita tidak akan batasi orang beli properti asal dipakai untuk kepentingan sendiri," jelasnya.
Wimboh menuturkan BI saat ini lebih mengkhawatirkan pertumbuhan kredit properti yang bersifat spekulasi saja karena dapat mendorong gelembung alias bubble.
"Yang kita khawatirkan untuk spekulasi yang mendorong bubble. Nah ukuran bagaimana tidak bubble kita sudah punya aturan itu. Betul nggak di sana, kan banyak rumah mewah yang tidak ditempati," katanya.
"Banyak yang ternyata hanya menggunakan kredit dari bank dimana hanya sekedar untuk mendapatkan kenaikan harga atau dijual kembali. Nah ini sangat sayang dananya yang tertanam di situ. Jadi tidak menimbulkan efek multiplier bagi ekonomi," imbuh Wimboh.
Dikatakannya ketika kredit yang disalurkan bank terlalu tinggi, namun rumah yang dibiayainya tidak laku dijual bahkan disewakan bisa berbahaya menjadi jadi kredit macet.
"Terutama nantinya kalau ekonomi kita ada guncangan atau shock, sehingga penyewa nggak kerja, atau ekspatriat kembali ke negaranya. Ini bisa sebabkan kenaikan NPL. Kalau ditempati sendiri, ya nggak masalah," jelas Wimboh.
Wimboh menambahkan BI akan terus memantau pertumbuhan kredit disektor properti ini dan siap untuk melakukan kajian untuk memberlakukan aturan yang lebih teknis mengatur laju kredit properti.
Kredit Sektor properti dalam rupiah yang disalurkan perbankan hingga September 2011 telah mencapai Rp 272,83 triliun. Angka itu meningkat 25,3% dibandingkat periode yang sama di 2010 sebesar Rp 217,69 triliun.
Pertumbuhan kredit properti tersebut didorong oleh segmen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kepemilikan Apartemen (KPA) yang tembus Rp 169,18 triliun.
(dru/hen)
"Beberapa jenis properti terutama rumah mewah sudah banyak ini sebenarnya. Kita sudah melakukan survei ini," ungkap Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia Wimboh Santoso kepada wartawan di Jakarta, Selasa (8/11/2011).
Menurut Wimboh, dari sisi potensi memang permintaan kredit di sektor properti cukup tinggi. Kredit properti tidak terlalu sensitif terhadap suku bunga.
"Properti ini, dari segi potensi memang demand-nya tinggi. Tanpa suku bunga pun dia akan selalu bertambah. Cuma penambahannya harus rasional, jangan sampai punya properti untuk spekulasi dan kita tidak akan batasi orang beli properti asal dipakai untuk kepentingan sendiri," jelasnya.
Wimboh menuturkan BI saat ini lebih mengkhawatirkan pertumbuhan kredit properti yang bersifat spekulasi saja karena dapat mendorong gelembung alias bubble.
"Yang kita khawatirkan untuk spekulasi yang mendorong bubble. Nah ukuran bagaimana tidak bubble kita sudah punya aturan itu. Betul nggak di sana, kan banyak rumah mewah yang tidak ditempati," katanya.
"Banyak yang ternyata hanya menggunakan kredit dari bank dimana hanya sekedar untuk mendapatkan kenaikan harga atau dijual kembali. Nah ini sangat sayang dananya yang tertanam di situ. Jadi tidak menimbulkan efek multiplier bagi ekonomi," imbuh Wimboh.
Dikatakannya ketika kredit yang disalurkan bank terlalu tinggi, namun rumah yang dibiayainya tidak laku dijual bahkan disewakan bisa berbahaya menjadi jadi kredit macet.
"Terutama nantinya kalau ekonomi kita ada guncangan atau shock, sehingga penyewa nggak kerja, atau ekspatriat kembali ke negaranya. Ini bisa sebabkan kenaikan NPL. Kalau ditempati sendiri, ya nggak masalah," jelas Wimboh.
Wimboh menambahkan BI akan terus memantau pertumbuhan kredit disektor properti ini dan siap untuk melakukan kajian untuk memberlakukan aturan yang lebih teknis mengatur laju kredit properti.
Kredit Sektor properti dalam rupiah yang disalurkan perbankan hingga September 2011 telah mencapai Rp 272,83 triliun. Angka itu meningkat 25,3% dibandingkat periode yang sama di 2010 sebesar Rp 217,69 triliun.
Pertumbuhan kredit properti tersebut didorong oleh segmen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kepemilikan Apartemen (KPA) yang tembus Rp 169,18 triliun.
(dru/hen)
Sumber:http://finance.detik.com/read/2011/11/08/114344/1762717/1016/?992204topnews
0 komentar:
Posting Komentar