Kenaikan down payment (DP) alias uang muka kredit rumah (KPR)
hingga 30 persen dari harga masih menuai pro dan kontra. Kendati
bertujuan baik, yakni mencegah gelembung harga properti (bubble), sejumlah kalangan melihat belum ada indikasi bubble di industri properti dan pembiayaan (multifinance).
Para pelaku di industri perbankan dan multifinance sendiri membantah telah terjadi bubble kredit perumahan dan kendaraan bermotor. Wakil Direktur Utama Bank Tabungan Negara (Wadirut BTN) Evi Firmansyah berpendapat, indikator bubble adalah, walau pasokan mencukupi, harga properti terus naik. Hal ini terjadi karena nasabah memanfaatkan uang muka kecil untuk spekulasi.
Para pelaku di industri perbankan dan multifinance sendiri membantah telah terjadi bubble kredit perumahan dan kendaraan bermotor. Wakil Direktur Utama Bank Tabungan Negara (Wadirut BTN) Evi Firmansyah berpendapat, indikator bubble adalah, walau pasokan mencukupi, harga properti terus naik. Hal ini terjadi karena nasabah memanfaatkan uang muka kecil untuk spekulasi.
"Kadang-kadang hanya membayar tanda jadi. Bila harga properti naik, properti segera dijual," ujarnya.
Indikator bubble apartemen kelas atas mungkin mulai terlihat karena terjadi kelebihan permintaan dan harga naik lebih dari 10 persen per tahun. Namun, gejala itu di apartemen menengah ke bawah belum terlihat.
"Permintaan rumah di bawah Rp 1 miliar masih baik. Kebijakan LTV 70 persen bagus untuk mencegah spekulasi di perumahan, khususnya apartemen," tambah Evi.
Indrastomo Nugroho, Head of Product Development and Business Credit Consumer Bank BNI, juga menilai, potensi bubble properti belum terlihat. Alasannya, pertumbuhan KPR masih di bawah kebutuhan dan permintaan rumah.
"Bubble terjadi bila pertumbuhan KPR lebih tinggi dari ketersedian rumah. Artinya, ada rumah yang dibiayai 2-3 tiga kali oleh orang berbeda," ujarnya.
Kebanyakan rumah yang dibiayai perbankan merupakan rumah pertama untuk tempat tinggal.
"Jika banyak rumah untuk investasi, bisa jadi bubble," kata Indrastomo.
Sebelumnya diberitakan, para calon pembeli rumah dengan luas bangunan lebih dari 70 meter persegi melalui fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR) harus menyiapkan uang muka minimum 30 persen dari harga jual rumah. Peraturan Bank Indonesia ini berlaku mulai 15 Juni 2012.
Kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar