Pages - Menu

Minggu, 25 Maret 2012

Pemberlakuan Aturan Tipe 36 Tak Bisa Dipukul Rata

Harga bangunan di Papua untuk semen bisa Rp 1,2 juta, di tempat lain bisa lebih murah. Ini akan menjadi indeks kemahalan produksi.
-- Zulfi Syarif Koto

Pemerintah tetap bertahan pada pemberlakuan pasal 22 ayat 3 UU No tahun 2011 tentang pembatasan pembangunan rumah di bawah tipe 36. Aturan ini didasarkan pada terpenuhinya rumah layak huni bagi masyarakat.

Zulfi Syarif Koto, ketua Housing Urban Development (HUD) Insitute dalam kesaksiannya pada sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi, Kamis (22/3/2012) lalu, mengatakan pemberlakuan aturan tersebut tidak bisa disamaratakan di seluruh wilayah Indonesia.
"Ukuran layak huni dari sisi administratif, teknis, dan lingkungan sangat dinamis. Misalnya, harga bangunan di Papua untuk semen bisa Rp 1,2 juta, di tempat lain bisa lebih murah. Ini akan menjadi indeks kemahalan produksi. Untuk aspek keterjangkauan konsumen tidak bisa disamakan di tiap daerah," katanya.
Zulfi melanjutkan, pemerintah mesti melihat kemampuan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) saat ini untuk membeli rumah. Khususnya untuk pasangan muda dalam memiliki rumah pertama dengan harga jual tinggi pada rumah tipe 36 meter persegi.
Direktur Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda mengemukakan, daya beli masyarakat yang rendah untuk rumah tipe 36 perlu dilihat lebih cermat.
"Mungkin perlu merubah mindset seperti para MBR. Beda harga rumah sebesar Rp 5 juta - Rp 10 juta bisa membuat mereka urung membeli rumah. Mereka perlu membeli dengan harga yang mampu dicapai," ujarnya.
Ia menambahkan, bila pemerintah tetap bertahan dengan pemberlakuan luas rumah minimal tipe 36, lanjutnya, maka harus menyediakan bank tanah sehingga mahalnya harga rumah bisa ditekan.


(kompas.com)

http://serbaserbiproperti-abproperty.blogspot.com/2012/03/pemberlakuan-aturan-tipe-36-tak-bisa.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar