JAKARTA. Perbankan menyiapkan strategi untuk mencegah perlambatan
pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR). Upaya ini merupakan respon
atas berlakunya kebijakan Bank Indonesia (BI) mengenai uang muka KPR
sebesar 30% dari harga.
Beberapa bankir yang KONTAN hubungi mengatakan bank punya banyak cara
untuk menyiasati keadaan ini. Mulai dari pengaturan cicilan uang muka,
pemberian dana talangan hingga tabungan perumahan. Bank juga bisa
memperbesar segmen konsumen KPR yang tidak terlalu mempermasalahkan
kenaikan uang muka. Atau, cara lainnya, lebih banyak bermain di KPR
program pemerintah seperti fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan
(FLPP). Seperti kita tahu, KPR jenis ini dikecualikan dari aturan.
Sumber KONTAN di kalangan bankir mengungkapkan, dana talangan uang
muka KPR seperti bank menawarkan dana talangan haji. Skemanya mirip.
Bankir ini minta namanya dirahasiakan karena merasa perlu meminta izin
dulu ke regulator sebelum menjajakan skema tersebut. Ia khawatir
dianggap menyalahi aturan.
Informasi saja, bank memberikan talangan bagi nasabah yang ingin
mendaftar haji. Sehingga nasabah memperoleh kepastian keberangkatan haji
sejak jauh hari. Tetapi, mereka harus melunasi dana talangan sebelum
berangkat ke tanah suci.
Nanti, kata bankir tersebut, dana talangan uang muka KPR bisa
mengadopsi skema itu. Jadi, bank mendanai nasabah untuk bayar uang muka
KPR. Nah, nasabah harus melunasinya sebelum melakukan akad kredit, atau
memasukkannya dalam cicilan KPR. "Ini untuk nasabah yang pengembang
rumahnya tidak memberikan kemudahan angsuran DP," katanya.
Kalau pengembangnya bersedia menerima cicilan DP, bank tidak perlu
repot menalangi. Malah, bank bisa menjalin sinergi dengan pengembang,
seperti yang marak selama dua tahun terakhir.
PT Bank Central Asia (BCA) Tbk merupakan salah satu bank yang bakal
menempuh cara tersebut. Bank spesialis kredit konsumer itu menawarkan
program DP dengan jangka waktu enam bulan hingga sembilan bulan. "Itu
sah dilakukan, karena belum ada larangan mencicil uang muka," kata
Direktur Konsumer Bank Central Asia (BCA), Henry Koenafi, Senin (19/3).
BCA mencatat, lebih dari 60% debitur kredit propertinya adalah nasabah yang mampu membayar DP 10%-15% dari harga rumah.
Strategi lainnya membentuk tabungan perumahan. Namun, solusi ini
untuk jangka panjang. Skemanya sendiri belum jelas karena masih dalam
pembahasan antara perbankan dan Kementerian Perumahan Rakyat
(Kemenpera). Pemerintah kemungkinan akan mengadopsi sistem tabungan
pendidikan. "Konsepnya sedang di exercise, mudah-mudahan akhir bulan ini
sudah kelar konsepnya" kata Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera Sri
Hartoyo.
Sebelumnya, Direktur Konsumen Bank Tabungan Negara (BTN), Irman A.
Zahirrudin memastikan menjadi bank yang akan turut ambil bagian di
program Tapernas.
Head of Product Development and Business Credit Consumer Bank Negara Indonesia (BNI), Indrastomo Nugroho, menambahkan, aturan uang muka KPR hanya berpengaruh bagi debitur kelas menengah. Biasanya mereka membeli rumah dan apartemen dengan menyetor DP rata-rata maksimal 20%. "Misalnya tahun ini mereka akan mengajukan KPR tetapi karena DPnya kurang maka mereka mengundur waktunya satu tahun ke depan," jelasnya.
Head of Product Development and Business Credit Consumer Bank Negara Indonesia (BNI), Indrastomo Nugroho, menambahkan, aturan uang muka KPR hanya berpengaruh bagi debitur kelas menengah. Biasanya mereka membeli rumah dan apartemen dengan menyetor DP rata-rata maksimal 20%. "Misalnya tahun ini mereka akan mengajukan KPR tetapi karena DPnya kurang maka mereka mengundur waktunya satu tahun ke depan," jelasnya.
Menurutnya, debitur kelas kecil dan kakap tidak terlalu berpengaruh
dengan aturan tersebut. Karena debitur kecil akan memilih KPR dengan
skema FLPP. Sedangkan debitur berkantung tebal tidak berpengaruh banyak
karena mereka memiliki sumber dana yang besar.
Kontan.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar