SP/Iwan Heriyanto
Pagar rumah pun direncanakan dikenai retribusi IMB sendiri
|
Njlimet-nya objek retribusi IMB membuat proses bisa molor lebih dari 30 hari
Beban ekonomi warga Kota Buaya tahun ini benar-benar bakal membubung.
Bagaimana tidak? Kala tergencet kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)
subsidi--meski belum digedok tapi kini sudah memicu mahalnya
sembako--rakyat Surabaya harus mengeluarkan kocek lebih bila mau
membangun rumah/properti.
Tak hanya lebih mahal, tapi juga makin njlimet objek barunya. Sebab, septic tank, pagar hingga gapura pun harus bayar retribusi.
Ironisnya, di sisi lain pelayanan Pemkot dinilai tak excellent, sehingga bisa memicu potential lost juga. Diprediksi dengan makin banyaknya objek retribusi baru, bila biasanya ngurus IMB perlu 15 hari, ke depan minimal 30 hari baru kelar. Pelaku usaha pun mulai menjerit.
“Mengingat
jumlah objek penarikan retribusi bertambah, maka waktu yang diperlukan
untuk proses pengurusannya akan panjang pula. Kalau sudah tentu
pengembang yang rugi. Kerugian waktu bisa berimbaskepada kerugian
materi,” ujar Wakil Ketua REI Jatim Nurul Haqi sat dihubungi Minggu
(25/3).
Dia
mencontohkan untuk sebuah rumah, selain IMB bangunan induk ada
sedikitnya lima item izin yang harus diurusi IMB-nya. Sebut saja, septic
tank, pagar, , tandon air, tempat sampah beton bahkan sampai kolam ikan
hias.
“Ini
jelas menghambat penjualan properti. Sebab pembeli takut bahkan tam mau
kalau kelengkapan suratnya tak beres,” katanya. Sementara, bagi
pengurusan izin perorangan juga akan ribet karena warga harus mengisi
berbagai form izin yang pasti menyita waktu.
Menurutnya,
di daerah lain objek retribusi yang akan ditarik itu dijadikan satu,
yakni retribusi sarana dan prasarana. Tujuannya untuk memperpendek
birokrasi proses pengurusan IMB-nya. Namun, kalau Surabaya menerapkan
satu per satu objek retribusi itu harus ada IMB sendiri, maka urusan IMB
di Surabaya menjadi panjang.
Selain
pengusaha properti, pengusaha hotel dan reklame juga mengeluhkan
rencana itu. “Wis nilai retribusinya naik, layanan semakin buruk, kan
susah kita-kita ini,” kata Fatkan, tim ahli Himpunan Pengusaha Swasta
Minyak dan Gas (Hiswanamigas).
Di
SPBU saja, ada beberapa objek retribusi yang dinilai tak masuk akal.
Salah satunya, semua penimbunan tangki BBM wajib bayar retribusi sebesar
Rp 3 juta per tangki yang berisi 50 ton BBM. Bila tangki itu berisi
51-100 ton, maka retribusinya jadi Rp 6 juta.
“Kalau
layanan IMB-nya bagus kami nggak masalah. Tapi, kalau tarif
retribusinya sudah mahal dan mata rantai pengurusannya panjang, tentu
kami kecewa karenanya. Kami minta Pemkot realistis,” katanya.
Pakar
ekonomi publik Universitas Airlangga (Unair), Soebagyo dikonfirmasi
terkait pembahasan Raperda IMB mengatakan, pembahasan Rancangan
Peraturan Daerah (Raperda) tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di
Surabaya memang belum pada putusan final. Namun, dari beberapa klausul
menyebut, pagar rumah, bangunan gapura kampung bahkan tandon air bakal
dikenai pungutan retribusi IMB sudah pasti membuat pelaku usaha bidang
properti atau masyarakat pada umumnya bakal kecewa.
“Itu
sudah pasti, efeknya ke masyarakat secara luas. Kenapa tidak paket
saja, kok harus dirinci menjadi beberapa item,” ujarnya.
Meski
mengaku belum mempelajari sepenuhnya tentang ajuan Raperda yang kini
menjadi pembahasan di legislatif, namun Soebagyo berharap, ada kajian
teknis dan akademis yang lebih terinci dan faktual. Sebab, hal tersebut
sangat bersentuhan dengan proses pendapatan asli daerah (PAD) di wilayah
tempat diberlakukannya aturan tersebut.
“Harus
ada alasan jelas dan logis. Rasionalkah IMB tandon air misalkan ? Nah,
ini perlu kajian dengan perhitungan yang tidak hanya didasari pada
subjektifitas semata,” ingat dosen di Fakultas Ekonomi (FE) Unair
tersebut.
Sementara,
Pakar ekonomi Universitas Airlangga (Unair), Achmad Solihin, M.Si, SE
menyatakan, kalau nilai kenaikan tarif retribusi IMB tinggi dan warga
kota masih akan dikenakan banyak objek tersebut sudah tentu akan
mengganggu investasi dan berdampak pada naiknya inflasi secara sporadis.
Karena,
dalam jangka pendek, begitu tarif retribusi IMB dinaikkan akan
berpengaruh pada kuantitas daya beli masyarakat, terutama di sektor
properti dan pemasangan iklan akan ikut menurun. “Tentu kenaikan
retribusi IMB dan banyaknya objek retribusi yang akan dikenakan kepada
warga akan menggangu investasi, khususnya perumahan,” jelas dia.
Menurutnya,
pengaruh terhadap angka inflasi yang mengikuti kenaikan tarif tersebut
mencapai hitungan 9%. Bisa dipastikan, dengan melambungnya tarif
tersebut ikut memicu terganggunya pertumbuhan perekonomian Surabaya
secara makro. “Selain daya beli masyarakat menurun, dampak lainnya
adalah sektor riil,” kata dosen Ilmu Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi (FE) Unair ini.pur,sab,did
(Surabayapos.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar