Aturan loan to value (LTV) untuk Kredit Kepemilikan Rumah
(KPR) yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) bisa membuat konsumen
mengurungkan niat memiliki rumah idaman. Pengembang pun harus memutar
otak supaya konsumen tetap tertarik membeli properti.
Sekadar informasi, tanggal 15 Maret 2012 kemarin BI merilis Surat
Edaran No.14/10/DPNP yang mengatur rasio LTV, yaitu rasio nilai kredit
yang dapat diberikan bank terhadap nilai agunan pada saat pemberian
kredit maksimal sebesar 70%.
Artinya, uang muka alias down payment (DP) minimal harus 30%. Aturan
ini hanya berlaku untuk rumah dengan luas bangunan lebih dari 70 meter
persegi (m²) yang biasa disebut tipe 70. Tipe rumah yang masuk program
pemerintah juga dikecualikan.
Menanggapi kebijakan ini, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat
Indonesia (REI) Setyo Maharso khawatir pembatasan LTV akan memukul kelas
menengah. Padahal, separuh dari kelas menengah di Indonesia
memanfaatkan KPR dengan uang muka kurang dari 30%.
Agar pengembang tetap bisa menjual rumah, Setyo punya trik jitu,
yakni dengan memperlama masa angsuran DP. Misalnya dari yang biasanya
enam sampai delapan bulan menjadi setahun. "Tapi hal ini bisa
berpengaruh ke cashflow pengembang," ujar Setyo kepada KONTAN, Sabtu
(17/3).
Senada dengan Setyo, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan
Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo juga mengatakan,
aturan LTV bisa membawa pengaruh secara psikologis, sehingga konsumen
menunda niatnya membeli rumah.
Eddy mencatat, saat ini hanya 5% rumah kelas menengah yang dibayar
secara kontan, sisanya dibayar secara KPR dengan DP berkisar antara 10% -
20%. "Kalau pengembang pintar, pasti mereka punya trik," kata Eddy.
Misalnya, mereka akan memberi diskon khusus, atau memperpanjang masa
angsuran uang muka.
Pengembang tidak takut
Sementara itu Direktur Eksekutif broker properti Century 21 Hendry
Tamzil menyayangkan keluarnya aturan tersebut, sebab sejak dua tahun
terakhir bisnis properti saat ini sedang menggeliat. "Masalahnya,
masyarakat mampu mencicil, tapi mereka tidak mampu menabung untuk
membayar DP," tegasnya kepada KONTAN, Minggu (18/3).
Hendry yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Asosiasi Real
Estate Broker Indonesia (AREBI) mengungkapkan, sebagian besar rumah
dengan harga kurang dari Rp 1 miliar dibayar dengan sistem KPR. Berbeda
dengan rumah dengan harga di atas Rp 1 miliar yang umumnya justru
dibayar dengan sistem tunai bertahap.
Sementara itu, meskipun DP dibatasi, Sekretaris Perusahaan PT
Metropolitan Land Tbk (Metland) Olivia Surodjo mengaku tidak khawatir
akan terjadi penurunan penjualan. Olivia pun tidak keberatan
memperpanjang masa angsuran DP untuk meringankan konsumen. "Tidak
masalah kalau DP dicicil selama pembangunan," ujar Olivia
Dia bilang, biasanya konsumen mengangsur DP selama tiga sampai enam
bulan. Sedangkan proses pembangunan rumah sampai serah terima umumnya
memakan waktu antara delapan sampai sepuluh bulan.
Saat ini sekitar 85% - 90% rumah yang dibangun Metland dijual dengan
sistem KPR. Itu karena Metland memang mengincar end user ketimbang
investor. Menurut Olivia Metland saat ii bekerjasama dengan 12 bank.
Sumber : Kontan.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar