Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz mengaku dimusuhi oleh
Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi).
Hal ini terkait tarik-menarik aturan batas minimal hunian tipe 36 m2
yang tercantum dalam UU Perumahan dan Kawasan Pemukiman Pasal 22.
"Saya ini musuh Apersi," kata Djan Faridz di sela-sela peluncuran Muamalat Consumer Center Bank Muamalat di Hotel Le Meridien Jakarta, Rabu (28/3/2012).
Apersi yang umumnya adalah kumpulan pengembang kecil, sedang mengajukan peninjauan kembali atas aturan luas bangunan minimal tipe 36m2. Bagi Apersi tidak semua masyarakat bisa membeli rumah tipe tersebut, meski Menpera menjanjikan harga Rp 80 juta.
Apersi mengaku sulit mengharapkan rumah seharga Rp 80 juta di Pulau Jawa. Rumah segmen pun masih sulit dijangkau oleh masyarakat yang berprofesi sebagai buruh di kawasan industri.
"Saya ini musuh Apersi," kata Djan Faridz di sela-sela peluncuran Muamalat Consumer Center Bank Muamalat di Hotel Le Meridien Jakarta, Rabu (28/3/2012).
Apersi yang umumnya adalah kumpulan pengembang kecil, sedang mengajukan peninjauan kembali atas aturan luas bangunan minimal tipe 36m2. Bagi Apersi tidak semua masyarakat bisa membeli rumah tipe tersebut, meski Menpera menjanjikan harga Rp 80 juta.
Apersi mengaku sulit mengharapkan rumah seharga Rp 80 juta di Pulau Jawa. Rumah segmen pun masih sulit dijangkau oleh masyarakat yang berprofesi sebagai buruh di kawasan industri.
"80% masyarakat di Jawa, kemampuan masyarakat untuk rumah di bawah 36 m2. Saya tadi disebut musuh, padahal tadi kami baik-baik saja kan," tambahnya.
Namun Djan Faridz tetap ngotot syarat minimum rumah yang dibangun pengembang tipe 36 m2. Sebagai wakil pemerintah, ia tidak akan menghapus 22 ayat 3 UU No 1 Tahun 2011 soal Perumahan dan Kawasan Pemukiman.
Menurutnya sejak awal dirumuskan, rumah tipe 36 m2 sebagai pembentukan karakter bangsa. Dengan tipe ini terwujud pembagian ruang yang ideal, terdiri dari dua kamar tidur, ruang tamu, dapur dan kamar mandi
"Landasan kebijakan ini dari sisi filosifis, teologis serta pembentukan watak dan kepribadian bangsa, bahwa pemukiman bukan hanya sarana kehidupan. Tapi menciptakan rumah penghidupan dan menampakkan jati diri," kata Djan.
"Rumah yang layak adalah dilihat dari segala aspek, luas, ventilasi, layak bagi pekerja, dan dengan biaya yang terjangkau," pungkasnya.
(wep/hen)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar